Mohon tunggu...
Alonk Badriansyah
Alonk Badriansyah Mohon Tunggu... lainnya -

★Blogger mobile★ "Yang selalu berpetualang di dunia maya dengan hape jadul"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ngigau Bikin Kacau

7 Oktober 2013   14:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:52 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ngigau bikin kacau (cerpen karya pertama saya pada tahun 2008)

Waktu itu malam kamis. Mataku terasa pedas dan berat menahan kantuk yang begitu hebat menyerang kelopak mataku. Cetrek! Kumatikan pesawat radio empat band yang sudah setengah tua itu. Sebenarnya aku masih ingin mendengarkan beberapa mata acara dari salah satu statsiun radio tersebut. Apalagi malam itu acaranya seru dan musiknya juga asik-asik. Tapi, ya harus gimana lagi? Mataku sudah tidak bisa diajak kompromi! Ditambah waktu itu jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Aku harus cepat-cepat tidur"; fikirku. Aku takut kondisi tubuhku drop lagi. Karna waktu itu aku masih dalam tahap pemulihan kesehatan dari sakit yang menyerang tubuhku.

Masih ku ingat saran pak dokter yang menyuruhku agar istirahat yang cukup. Dan masih ku ingat teguran ibuku pada suatu malam, ketika ia melihat aku masih belum tidur. Padahal waktu itu sudah jam sebelas malam! "Cep, kenapa kamu masih belum tidur juga? Sekarang kan sudah larut malam. Tuh lihat jam! Sudah pukul berapa?", ibu mengingatkan. "Nanti kamu sakit lagi!", sambung ibuku cemas.
Memang, beberapa malam kebelakang aku sering tidur agak larut malam.
Bukan karna aku tak ingin tidur atau sengaja begadang, tapi suhu udara ditempat tinggalku yang cukup panas dan gerah_penyebabnya! Maklum saja aku tinggal didaerah pesisir pantai selatan, yang memang cuacanya cukup panas. Ditambah lagi sistem ventilasi kamarku yang kurang baik. Menambah pengap nafasku saja! Selain kedua alasan tersebut, faktor pemanasan global, ikut menjadi salah satu penyebabnya juga, kiranya...

Malam itu terasa lain dari biasanya. Aku begitu ngantuk. Dan taksanggup untuk menahan apalagi melawan rasa kantuk tersebut. Segera ku masuk kamar yang letaknya paling depan ―bersebelahan dengan ruang tamu. Seperti biasanya; sebelum tidur malam aku selalu meminum segelas air godokan hasil racikan tangan ibuku. Ramuan tradisional tersebut merupakan rekomendasi para orang tua dulu. Dan konon katanya dipercaya bisa menyembuhkan beberapa penyakit tertentu tanpa efek samping! Akupun percaya, dan dengan iklas aku slalu meminumnya. Setelah itu, kusibak kelambu warna coklat belel nan kucel itu. Akupun berbaring diatas tempat tidur. Kurogoh kantong celana pendekku, lalu ku keluarkan *hape nitnit jadul dan kuletakan disebelah kiri tubuhku. Sebelum tertidur, aku masih sempat untuk membaca doa dulu. Setelah itu; "ZzZ...zZz...ZzZ", aku pun tertidur dengan lelapnya. Sementara pintu kamar terbuka setengahnya...

―※―※―※―

Kubuka mataku perlahan-lahan. Walau kelopak mataku serasa terkena getah nangka atau seperti terkena lem plastik saja; lengket! Kusingkirkan selimut kucel ―yang aromanya hampir menyaingi bau sayuran busuk dipasar nan becek didesaku itu― dari atas tubuhku. Tapi, tetap saja diriku enggan beranjak dari atas ranjang kebesaranku itu! Tak ubahnya se-ekor induk ayam yang sedang mengerami telur-telurnya.

Kugosok-gosok mataku dengan punggung telapak tanganku. Sambil sesekali aku menguap ―menghembuskan aroma nafas yang kali ini baunya takan kusebutkan kepada orang lain!. "Cecep, cepat bangun! Sudah hampir pukul tujuh pagi, nih!". Tiba-tiba suara ibu menyambar dari dapur! Tapi aku masih belum beranjak juga dari tempat tidurku. "Cep, cecep! Cepetan bangun! Cuci muka, gosok gigi, dan jangan lupa minum obat. Jangan sampai telat!". Kali ini teriakan ibu benar-benar membuatku tersentak kaget!
Tak ubah ultimatumnya Amerika Serikat kepada Iran ―atas issu senjata nuklirnya itu. Aku pun secepatnya mencoba untuk segera mengumpulkan segenap kesadaranku yang semalaman tercerai-berai dihanyutkan mimpi. Tak lupa pada gerakan senam yang takpernah aku pelajari dari sekolah dulu; yaitu menggeliat! Tapi sejenak aku tertegun, serasa ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Kugapai-gapai pinggir tempat tidurku, kuraba-raba saku baju dan celanaku. Tak juga kutemukan yang kucari. "Gawat, *hape nitnit ku hilang!". Sentakku masih kurang percaya.

―BERSAMBUNG―>

Karena keterbatasan karakter hape saya dalam pengetikan. Terpaksa cerpen ini dibuat jadi cerita bersambung

Keterangan: *hape nitnit= sebutan atau istilah untuk hape monochrome dan monofonik di kampung saya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun