Mohon tunggu...
Alomet And Friends
Alomet And Friends Mohon Tunggu... profesional -

Kami adalah perusahaan konsultan manajemen strategi yang berbasis pada proses dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Belajar dari Pengalaman Toyota

28 Januari 2016   10:52 Diperbarui: 28 Januari 2016   11:26 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kesuksesan Toyota sebagai sebuah perusahaan otomotif kelas dunia tidak dapat dimungkiri lagi. Reputasinya dalam hal kualitas, cost reduction, dan kemampuan untuk menerobos pasar secara kreatif dan cerdas membuatnya profitable.

Bulan Januari 2004 Toyota menciptakan rekor 10 triliun yen (atau sekitar 10 miliar dollar AS) dan menjadi perusahaan Jepang paling menguntungkan. Pola yang sama pun berulang di tahun 2005 sekalipun sejumlah perusahaan otomotif lain tengah kehilangan pangsa pasar dan berjuang keras untuk meraih profit. 

Sejumlah prestasi lain juga dicatat oleh Toyota. Berdasarkan survei merek yang dilakukan oleh Business Week/Interbrand tahun 2004, merek Toyota berada pada peringkat 9 dari 100 merek terkenal di dunia. Dengan nilai merek (brand value) yang mencapai 22,673 juta dollar, ia satu-satunya merek dari Jepang yang menyelinap ke dalam 10 besar merek dunia, yang didominasi oleh merek-merek dari AS. Bahkan, tahun 2005 Toyota merebut 10 kategori dari 18 kategori JD Power Initial Quality Award di AS. Dengan sejumlah bukti ini, orang pun bertanya-tanya dan ingin tahu apa sesungguhnya kunci sukses Toyota? Faktor apa yang membuatnya begitu berkilauan?

Seperti lazimnya perusahaan Jepang pada umumnya, kehadiran Toyota ternyata tidak semata hanya menjadi mesin uang, tetapi malah lebih daripada itu ia ikut memberi kontribusi dengan pola berpikir lean production, sebuah istilah yang ditampilkan dalam buku The Machine That Changed The World yang mengubah paradigma manufaktur mass production dari Ford. Tidak pernah terpikirkan bahwa cikal bakal Toyota bermula dari seorang yang bernama Sakichi Toyoda yang bekerja di daerah pedalaman di Jepang, yang sekarang ini dikenal dengan Toyota City in Japan dan ditempa menjadi global powerhouse yang justru mengubah wajah manufaktur selama ini. Proses pikir "lean production" ini bahkan tidak hanya terbatas pada industri otomotif, tetapi juga merasuki sejumlah sektor industri lainnya, seperti farmasi, konstruksi bangunan, konstruksi perkapalan dan pesawat terbang, rumah sakit, produk kesehatan asuransi, serta perbankan.

Penampilan konsisten dari kinerja Toyota merupakan hasil dari keunggulan operasional. Toyota telah mengalihkan keunggulan operasionalnya menjadi senjata strategis dalam menghadapi persaingan. Keunggulan operasional ini didasarkan pada sejumlah perangkat dan metode peningkatan kualitas yang membuat Toyota begitu istimewa dalam manufaktur, antara lain just-in-time, kaizen, jidoka, heijunka. Teknik-teknik ini telah turut menelurkan revolusi "lean manufacturing", tetapi sesungguhnya berbagai sarana dan teknik ini bukanlah senjata rahasia yang mentransformasikan bisnis. Keberhasilan dari Toyota justru terletak pada kedalaman filosofi bisnis yang mampu mengolah kepemimpinan, tim, dan kultur sebagai sebuah strategi dan mempertahankan organisasi pembelajar.

Buku ini merupakan pelengkap dari buku dengan judul yang sama, terbit di tahun 2004. Sebagai fieldbook, buku ini yang merupakan hasil kerja sama dari Profesor Jeffrey K Liker, direktur dari The Japan Technology Management Program, University of Michigan, dan David Meier, presiden dari Lean Associate dan mantan Group Leader Toyota Manufacturing selama 10 tahun, ditujukan untuk memberikan panduan praktis bagi mereka yang ingin belajar lebih banyak tentang gaya manajemen The Toyota Way.

Buku ini disusun mengikuti model 4 P’s, yakni pertama falsafah (philosophy), yang menjadi landasan dari keberadaan sebuah perusahaan, di mana setiap karyawan harus melihat bahwa perusahaan merupakan sarana untuk memberikan nilai tambah bagi konsumen, masyarakat, komunitas, dan para mitranya. Pada bagian ini diuraikan bagaimana mengembangkan sebuah filosofi bagi sebuah perusahaan, antara lain perlu dijawab sejumlah pertanyaan yang mendasar, seperti: "mengapa kita harus hadir sebagai perusahaan?" dan apa artinya sense of purpose bagi suatu organisasi? Dalam hal ini perlu kehati-hatian dan tidak terjebak ke dalam pernyataan-pernyataan yang terkesan gagah, tetapi bertentangan dengan perilaku, misalnya berbagai slogan tentang memberi kepuasan bagi pelanggan dan perbaikan terus-menerus, yang dalam realita justru bertolak belakang dengan karakter dan perilaku yang ada dalam organisasi.

Kedua, proses (process ), di sini karyawan belajar dari para mentor dan dari pengalamannya sendiri bahwa bila mengikuti suatu proses yang benar, mereka akan memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Proses dalam The Toyota Way, berarti bagaimana membuat perusahaan menjadi "lean". Dengan menjadi lean, berarti bagaimana sebuah perusahaan mengelola proses untuk menghilangkan berbagai pemborosan. Landasan dari The Toyota Way didasari pada sebuah tujuan yang sederhana, tetapi terkadang sulit dipahami, adalah mengidentifikasi dan menghilangkan semua pemborosan di semua titik aktivitas kerja. Kunci untuk membersihkan pemborosan di dalam organisasi adalah dengan menciptakan suatu proses yang mengangkat masalah ke atas permukaan sehingga gampang untuk dipecahkan. Salah satu prinsip yang juga menarik adalah membangun sebuah kultur yang mengutamakan langkah preventif dalam mengatasi masalah, terutama dengan prinsip lakukanlah yang terbaik di awal untuk memperoleh hasil yang berkualitas.

Ketiga, karyawan dan mitra (people and partners). Memberi perhatian kepada karyawan berarti selalu memberikan tantangan untuk tumbuh. Dengan The Toyota Production System (TPS), karyawan justru dipacu untuk selalu berpikir dan tumbuh, bahkan berbagai tantangan yang muncul tidak selamanya menyenangkan. Namun, itulah atmosfer Toyota yang selalu mendorong karyawan dan mitranya untuk bersama-sama tumbuh menjadi lebih baik dan penuh percaya diri. Pemimpin yang ada di Toyota selalu tumbuh dari dalam dan bukan di beli dari luar.

Keempat, memecahkan masalah (problem solving) setiap hari, suka atau tidak suka. Dengan secara terus-menerus memecahkan akar masalah yang dihadapi, justru akan semakin mendorong organisasi untuk terus-menerus belajar. Ada satu prinsip yang menarik dari The Toyota Way, yang mengatakan bahwa untuk dapat memecahkan masalah dan memperbaikinya, kita harus memahami secara utuh situasi aktual yang dihadapi. Hal lain lagi yang menarik adalah terus-menerus melakukan perbaikan dan refleksi dari apa yang dihadapi dan menjadi organisasi pembelajar.

Sebenarnya buku ini bukanlah sebuah buku resep karena The Toyota Way sendiri adalah sebuah sistem dan bukan sekadar alat. Di lain sisi, The Toyota Way adalah tentang pengetahuan yang tidak eksplisit karena diperoleh melalui pengalaman dan refleksi (tacit knowledge). Pengetahuan seperti ini hanya bisa ditimba melalui rangkaian pengalaman yang dipandu oleh seorang mentor yang sudah mempunyai pengalaman tersebut. Karena itu, buku ini merupakan pula sebuah pengalaman yang dialami oleh kedua pengarang tersebut di dalam proses pembelajaran The Toyota Way. Satu hal yang menarik dari buku ini adalah gagasan yang ada dalam buku ini bukanlah sebuah dogma, melainkan lebih merupakan sebuah buku yang kaya dengan gagasan dan banyak aspek yang bisa dipelajari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun