Mohon tunggu...
Alodia Khansa
Alodia Khansa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana, NIM : 43219010166, Nama Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana, NIM : 43219010166, Nama Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Aks

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prof Apollo Dr,M.Si.Ak TB2_Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika menurut Ferdinand de Saussure

24 Mei 2022   03:54 Diperbarui: 24 Mei 2022   03:59 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokpri (Ferdinand de Saussure)

Teori Semiotika 

Semiotika  adalah jurusan yang mencatat kondisi seruan, tertib seruan, dan bagaimana suatu seruan bisa mengisahkan ayat lain selain seruan itu badan (Gordon, 2002:14). Tanda adalah materi yang mempunyai juntrungan bilang genus lain,biasanya ajaran setiap genus sedia materi terkandung racun berbeda-jarak terpulang pecah aspek apa mencari jalan memindai materi terkandung. Tanda haruslah bisa diamati atau dibuat teramati agar seseorang memaklumi lamunan pecah materi terkandung. 

Karena itu, seruan tidaklah tertahan depan harta dan irama. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, komposisi yang kelihatan tempuh suatu kebiasaan, semua ini bisa disebut seruan. Suatu seruan menyimbolkan materi selain dirinya badan, dan hikmah (meaning) ialah pertautan renggangan suatu tujuan atau idea dan suatu seruan. Misalkan suatu jalan,jalan tidak mempunyai juntrungan apapun tetapi apabila jalan terkandung diletakan disebuah peta, dongeng jalan terkandung racun saja mempunyai juntrungan entah itu wai atau sempadan sektor bahkan cara tol. 

Secara etimologis semiotik berpunca pecah wicara Yunani semeion yang berarti "seruan".Secara terminologis, semiotika bisa didefinisikan seumpama jurusan yang yang menjelang sederetan sukatan tujuan-tujuan, peristiwa-peristiwa, seluruh tubuh tamadun seumpama seruan, menginterprestasikan semiotik seumpama "jurusan seruan (sign) dan segala yang berpegangan tangan dengannya resam berfungsinya, hubungannya tambah wicara lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mencari jalan yang menggunakannya". Van Zoest (bagian dalam Sobur, 2001, hlm. 96) mengartika semiotik seumpama " jurusan seruan (sign) dan segala yang berpegangan tangan dengannya: resam berfungsinya, hubungannya tambah wicara lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mencari jalan yang mempergunakannya".

Ilmu semiotika remuk bagian dalam tiga ranting yaitu: 

1. Semantik adalah kesalahan tunggal ranting linguistik yang menyelidiki bab hikmah. Dalam ranting linguistik, semantik menyimpan sumbangan penting, karena irama yang digunakan bagian dalam relasi tidak lain semata-mata kepada mempersembahkan suatu hikmah. Misalnya seseorang mempersembahkan konsepsi dan rasio untuk musuh intelek, waktu lalu musuh intelek bisa memafhumi apa yang dimaksud, karena ia racun masuk hikmah yang disampaikan 

2. Sintaksis itu ialah ranting jurusan irama yang menyidik bagaimana pengaruh dan pertautan wicara-wicara bagian dalam mencetak frase, klausa, dan kalimat. Definisi ini menguraikan bahwa wacana, kalimat, klausa, dan frase menemukan gatra atau laskar irama yang di dalamnya sedia liku-liku yang wajib dibicarakan atau dikaji. Dengan wicara lain, di bagian dalam gatra atau laskar irama itu sedia partikel dan pertautan antarunsur yang wajib dikaji oleh nahu 

3. Pragmatik  adalah ranting linguistik yang menjelang kiat relasi tambah jantung depan bagaimana hikmah atau wasiat relasi diproduksi pendongeng dan pengertian kritikus tutur. Pragmatik adalah permufakatan-permufakatan yang menerbitkan sehati tidaknya pengusahaan irama bagian dalam relasi. Pragmatik juga diartikan seumpama orientasi-orientasi pengusahaan irama atau kondisi di bagian luar irama yang menyerahkan fitrah untuk hikmah ujaran.

Fokus pecah semiotik tidak terdapat depan keakuratan atau kemangkusan pecah kiat transmisi, memisahkan lebih depan gatra relasi itu badan, yaitu wasiat atau referensi. Suatu hikmah tidaklah mutlak dan tampil intrinsik depan referensi, tetapi dihasilkan pecah asosiasi genus tambah referensi terkandung. Teks menemukan suatu rantaian kebahasaan (verbal) yang menyimpan gatra dan isi, atau pihak rona dan pihak isi. Oleh karena itu agar bisa disebut seumpama referensi, sebagai yang diungkapkan Hoed (2007), haruslah mengizinkan ukuran tekstualitas seumpama bersama: 

  1. di renggangan partikel-unsurnya sedia jaringan semantik yang ditandai secara formal (kohesi), 
  2. pihak isinya bisa beralasan karena mengizinkan khayalan tekstual (koherensi), 
  3. referensi diproduksi tambah lamunan terpatok (intensionalitas), 
  4. bisa dikabulkan oleh pembaca/khalayak pembaca (keberterimaan), 
  5. menyimpan jaringan secara semantik tambah referensi yang lain (intertekstualitas), 
  6. berisi fakta dan wasiat terpatok (informativitas).

 

Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun