Mohon tunggu...
Agung Laksono
Agung Laksono Mohon Tunggu... Guru - Putune mbah nun

Tulisanku terkadang kontradiksi dari yang kita imani sebagai norma selama ini tapi sebenarnya itu hanya sebuah paradoks yang merepresentasikan kehidupan dari sudut pandang yang jarang dilirik, memaknai peristiwa bukan sekedar menceritakan kejadian. Agung Laksono

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pembenci Sejarah

7 Juni 2019   17:22 Diperbarui: 7 Juni 2019   17:34 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terpingkal dari tidurku,  ada yang mengetuk pintu rumah dengan mengucapkan salam yang ketigakali, sebelum mempersilahkan masuk, aku menyingkapkan korden yang menutupi jendela, tamu itu terlihat seperti pernah mengenalnya, wajah yang tak asing, bentar..., kucoba untuk memeriksa ingatanku tapi acapkali kandas, aku tak bisa mengingat sedikitpun.  Apakah kita pernah bertemu disaat mengantri makan di  warteg, saling tatapmuka saat di jalan, atau kenalan di kereta. Yang awalnya saling cerita dengan akrab, kemudian perpisah di stasiun masing-masing dan kuanggap itu sebuah pertemuan angin lalu. Tapi kenapa dia tahu alamat rumahku, sedangkan desaku terlalu pelosok untuk disinggahi orang asing.

Aku tak mau pikir panjang dan ambil pusing, siapapun itu aku harus tetap menjaga budaya  tatakrama orang jawa yang menghormati tamu.
Dia mengucapkan salam dengan mengajakku berjabat tangan.

"Lan, masih mengenalku"

"hem, sinten nggih"

"Sudah kuduga, orang sepertimu terlalu panyak pikiran sehingga teman sendiri saja dengan gampangnya, kau dilupakan"
Benarkah aku seorang pelupa dan banyak pikiran, dia mengaku temanku. Aku menyebut satu-satu teman SD,SMP, SMA, kuliah  dan organisasi kampus. Nihil sama sekali tak bisa aku mengingatnya.

"Maaf tuan, saya benar tidak bisa mengingatnya, bisakah tuan memperkenalan diri kembali"

"haha, kubawakan pesanan kopimu yang kemarin baru sempat aku membelikannya, ini ambilah". Dia menyuguhkan sebuah bungkus kopi dari sumatra tepatnya kopi simalunggun", Dia dengan gampangnya mengalihkan pembicaraan.

"Bukannya saya menolak untuk menerima, sebelumnya tuan belum menjawab siapa tuan ?"

"Jangan panggil saya tuan, jika kau benar lupa jangan memaksakan untuk mengingat dan bersusah-susah mengenang masa lalu, bukankah kau benar trauma mengingat waktu yang silam, aih lupakan saja siapa aku, tidak penting. Sekarang, minnal aidzin wal faidzin, aku meminta maaf lahir batin jika sudah membiarkanmu tengelam dalam kebingungan selama ini"

"Aku telah menghapus catatan diriku di masa silam, maaf jika aku sudah benar melupakanmu"

"Tak perlu, kau meminta maaf. Aku sudah senang melihatmu bahagia tanpa beban ketakutan pada hantu sejarah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun