Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memahami Kewarasan Kita dalam Menyongsong Pemilu 2024

1 November 2022   18:30 Diperbarui: 2 November 2022   12:31 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua arti kata waras menurut KBBI: (i) sembuh jasmani; sehat, dan (ii) sehat rohani (mental, ingatan). Dalam artikel ini pengertian kedua yang akan kita gunakan yaitu sehat rohani (mental, ingatan). 

Padanan kata waras dalam English adalah sane, yang mempunyai empat arti, yaitu, masuk akal, sehat ingatan, waras otak, dan bijaksana. Beberapa contoh kata masuk akal seperti harga HP ini tidak masuk akal yaitu sebesar Rp50 juta. Harga yang dalam kisaran Rp2 juta hingga Rp15 juta masuk akal lah. Sedangkan bijaksana itu sinonim English yang lain adalah wise. Misalnya, adalah bijaksana untuk tidak memberikan PR yang berlebihan.

Dalam artikel ini waras yang dimaksud lebih difokuskan pada pengertian masuk akal dan/atau bijaksana. Dengan demikian, judul dari artikel ini terkait dengan pertanyaan tentang posisi Anda atau sikap Anda terhadap Pemilu 2024. Posisi Anda dapat dikatakan waras atau tidak waras sesuai dengan jawaban atas beberapa pertanyaan sebagai berikut.

Kita mulai dari pertanyaan yang sangat umum dulu. Pilpres langsung sudah dilaksanakan empat kali yaitu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pilpres langsung yang kelima akan dilaksanakan pada tahun 2024. 

Lingkungan mikro dan makro serta bisnis proses Pilpres 2024 dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang berarti dengan kesemua empat Pilpres yang sebelumnya itu. 

Pertanyaannya adalah apakah kita berharap Pilpres 2024 akan memberikan hasil yang berbeda dengan Pilpres-Pilpres sebelumnya? Misalnya kita berharap terpilihnya presiden yang dapat menjamin tidak ada lagi warga negara yang berpenghasilan kurang dari Rp10 juta per bulan.

Ingat Albert Einstein: 

Hanya orang yang tidak waras yang mengerjakan pekerjaan yang sama berulang kali tetapi keukueh mengharapkan hasil yang berbeda. 

Kita lanjut dengan persyaratan untuk menjadi Capres/Cawapres. UUD 1945 menetapkan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh Parpol atau Gabungan Parpol. Ketentuan ini dibuat ribet oleh Pasal 222 UU Pemilu tahun 2017, yang berlaku sekarang. 

Pasal ini mengatakan bahwa hanya Parpol atau gabungan Parpol yang memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional yang berhak untuk mengajukan Pasangan Calon. Perolehan kursi atau suara sah nasional itu adalah perolehan untuk pemilihan anggota DPR 5 tahun yang lalu. 

Dengan kata lain, hasil perolehan kursi/suara sah nasional 5 tahun yang lalu, seperti Pileg 2019, dijadikan syarat untuk mengajukan Pasangan Calon sekarang seperti Pilpres 2024. Pertanyaannya adalah Apakah Anda berpendapat ketentuan persyaratan termaksud masuk akal?

Lanjut lagi dengan jenis Pemilu anggota DPR. Umumnya kita sepakat bahwa porsi "Pemilih Norak" adalah demikian besar sekitar 90an persen. Kondisi ini diperparah dengan sangat lemahnya pasal-pasal Anti Politik Uang dalam UU Pemilu tahun 2o17 termaksud. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun