Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bu Ani, Uang Rakyat Ini Digunakan untuk Apa Saja Ya?

23 Mei 2021   19:41 Diperbarui: 23 Mei 2021   19:46 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Muljani di Sidang Paripurna DPR Virtual, 20 Mei, 2021. Foto Credit: MNC Trijaya.


Laporan Menteri Keuangan tentang beratnya beban keuangan negara di DPR R.I menarik untuk kita simak dari sisi lain. Laporan yang disampaikan bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional 20 Mei ini, misalnya,bisa kita sikapi mulai dari pernyataan Alumni Urbana-Champaign AS ini bahwa lonjakan defisit APBN atau lonjakan utang negara di tahun 2020 adalah terbesar di Era Reformasi sekarang ini. Bu Ani, sapaan akrab Beliau menyatakan bahwa lonjakan utang negara termaksud, atau lebih persisnya lonjakan defisit APBN yang setara dengan 6,1 persen PDB itu kurang lebih sudah merupakan the best available policy option, atau, sudah merupakan kebijakan fiskal yang optimal.

Mantan pimpinan tinggi Bank Dunia ini secara tidak langsung membuat justifikasi atas kebijakan termaksud dengan membandingkan defisit APBN dengan defisit state budgets beberapa negara maju, negara berkembang dan beberapa negara ASEAN5. Misalnya, Bu Ani yang juga Mantan Ketua LPPM UI ini menyatakan bahwa AS terpaksa menetapkan defisit 15,8 persen, Inggris 13,4 persen, Jepang 12,6 persen, Singapura 8,9 persen, Malaysia 5,1 persen, Filipina 5,5 persen, dari PDB masing-masing.

Beliau yang bersuara sangat reformis ketika menjabat sebagai Menkeu Kabinet SBY-JK ini memang perlu kita akui tidak secara eksplisit menyatakan kualitas kebijakan defisit berbanding lurus dengan tingkat defisit. Misalnya, Bu Ani yang juga Alumni FE UI ini tidak menyatakan bahwa defisit APBN Indonesia lebih baik dari defisit APBN AS, UK, Jepang, dan Singapura, serta tidak juga disuarakan bahwa defisit APBN Indonesia lebih buruk dari Malaysia dan Filipina.

Penulis sepakat dengan sosok munggil kelahiran Bandar Lampung, 1962 ini. Kita tidak dapat membandingkan derajat efisiensi atau baik/buruknya, atau, keberlanjutan defisit antar anggaran negara dengan hanya melihat angka/rasio defisit masing-masing . Defisit anggaran negara itu unik dan baik buruk nya tergantung dari kondisi ekonomi dan sosial politik masing-masing negara.

Namun, banyak hal yang patut kita pertanyakan atas defisit dan utang negara plus BUMN yang sudah mendekati Rp12.000 Triliun, atau, lebih 4x dari nilai APBN 2021. Misalnya, lonjakan anggaran Kesehatan utamanya untuk pengendalian Corona Covid-19 adalah sebesar Rp99 triliun, atau, 87 persen dibandingkan dengan tahun 2019. Banyak uang itu Bu Ani. Digunakan untuk apa saja ya?

Berikutnya, kita juga menyaksikan lonjakan anggaran Pendidikan di masa Pandemi Covid-19 ini. Nilainya melonjak dari 460 menjadi 540 triliun rupiah, tahun 2020 dibandingkan dengan tahun 2019, atau mengalami kenaikan sebesar Rp80 triliun. Ini jumlah yang juga besar Bu Ani.

Kita tahu bahwa pegawai Kemendikbud sebagian besar, dan di banyak kesempatan hampir seluruhnya libur atau WFH. Begitu juga sekolah dan perguruan tinggi semuanya tutup, guru, dosen, dan pesertadidiknya juga WFH.

Dengan kondisi WFH itu, seharusnya uang yang dihabiskan oleh sektor Pendidikan kurang dari Rp460 triliun. Alih-alih berkurang, uang yang dihabiskan itu bahkan melonjak menjadi Rp540 trilun. Jelas, uang bantuan pulsa kepada dosen, guru, dan pesertadidik relatif sangat kecil dibandingkan dengan angka Rp540 triliun itu.

Lebih menyedihkan lagi, Mas Menteri gagal memanfaatkan momentum Pendemi Covid-19 untuk mengakselerasi digitalisasi Pendidikan. Mas Manteri gagal paham dengan Tri Pilar akselerasi Pendidikan digital: (i) Infrastruktur; (ii) infostruktur, dan (iii) infokultur.

Mas Menteri sibuk dengan hal-hal receh, trivial, tetapi menelan anggaran yang besar seperti penyelenggaran Program Guru Penggerak, Survei Karakater Bangsa, dan berulang kali membanggakan program Asesmen Nasional sebagai pengganti Ujian Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun