Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mas Nadiem Bukan Menteri Lima Ratus Miliar, Loh!

29 November 2019   11:34 Diperbarui: 29 November 2019   11:59 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diolah secara pribadi dari beberapa sumber

Yang lebih seru adalah tayangan artikel Kompasiana. Dengan menggunakan kata kunci "nadiem" di jendela pencarian artikel kompasiana untuk inverval waktu sejak hari pelantikan 23 Oktober hingga 22 November, satu hari sebelum waktu pidato Mas Nadiem diunggah ke website Kemendikbud, penulis menemukan lebih dari 100 artikel terkait Nadiem dengan kapasitas sebagai Menteri Pendidikan KIM. Dengan kata lain, lebih dari tiga artikel tayang setiap harinya dengan topik terkait Mas Nadiem ini.

Dengan kata kunci ini juga, penulis menemukan sekitar 40 artikel Kompasianer untuk periode 24 - 28 November. Ini berarti terjadi lonjakan jumlah tayang artikel per hari terkait isu ini. Pasca Pidato yang viral itu, artikel Kompasianer tayang per hari secara rerata adalah 8 artikel per hari, yang sebelumnya tiga artikel per hari.

Namun, dengan menggunakan kata kunci "pidato nadiem," penulis hanya menemukan beberapa artikel Kompasianer tayang dalam periode 24 - 28 November itu. Juga, beberapa diantaranya sudah muncul dengan menggunakan kata kunci nadiem saja.

Kompilasi dan klasifikasi aspirasi para Kompasianer tersebut ditambah dengan berbagai tulisan yang tersedia di media online, penulis menyimpulkan ada dua sub set penting dalam kaitannya dengan pendidikan kita dan pidato Mas Nadiem termaksud. Pertama, itu terkait dengan proses dan, kedua itu terkait dengan keluaran, atau, output.

Dalam kaitannya dengan proses, isu penting pendidikan kita mencakup:

(i) beban administrasi guru; (ii) kurikulum; (iii) ujian nasional/ujian akhir sekolah; (iv) ujian masuk yang sekarang berpola zonasi; (v) distribusi guru; (vi) kesejahteraan guru termasuk guru honorer; (vii) sekolah/madrasah swasta gurem; (viii) akreditasi sekolah/institusi pendidikan; (ix) sertifikasi dan pencairan dana sertifikasi, dan (x) kekerasan terhadap guru.

Dalam kaitannya dengan output, bagian terpenting dan strategis untuk mengukur kualitas pendidikan Indonesia adalah dengan menggunakan PISA. PISA atau Programme for International Student Assement ini adalah survei tiga tahunan yang dilaksanakan oleh OECD dan Indonesia sudah menjadi anggota PISA sejak  tahun 2003.

Tujuan pokok dari survei ini adalah untuk mengevaluasi  keterampilan dan pengetahuan siswa berusia 15 tahun ketika mendekati akhir dari pendidikan wajib yang harus diselesaikannya. Ada tiga bidang ilmu yang dievaluasi yaitu Matematika, Membaca (literasi), dan Science. 

Kita dapat mengakses laporan PISA tiga tahunan itu dengan gampang. Dalam laporan itu kita dapat melihat posisi murid Indonesia untuk tiga bidang itu dibandingkan dengan 71 negara di dunia yang lain. Lebih menarik lagi jika kita membuat komparasi dengan negara-negara ASEAN yang lain.

Untuk PISA 2015, kita dapat membuat analisis sendiri. Cukup gampang membuatnya. Lebih gampang lagi adalah membaca hasil analisis orang lain.

Secara umum, merujuk ke hasil PISA sejak tahun 2003, pejabat tinggi negara kita mengakui bahwa kualitas pendidikan kita masih rendah dan tertinggal jauh bahkan dengan beberapa negara ASEAN yang dulunya belajar dengan kita. Menteri Pendidikan ketika itu, Muhajir Efendi, bahkan menganjurkan agar kita belajar ke.... Vietnam. .....Oops.. Aaampun baru kemarin rasanya manusia perahu Vietnam meninggalkan pulau Galang, Batam. Baru kemarin rasanya Perang Vietnam berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun