Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Garuda Indonesia, dari Abeng hingga Soemarno

22 Juli 2019   11:01 Diperbarui: 24 Juli 2019   18:15 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walaupun demikian, beberapa data PMN dan dividen untuk negara dari Garuda Indonesia dalam periode yang diklaim oleh Tanri Abeng tersebut tidak begitu menggembirakan. 

Tahun 2006 dan 2007 ketika Dirut Garuda dijabat oleh Emirsyah Satar perusahaan ini menerima suntikan dana segar PMN dari negara masing-masing sebesar Rp500 miliar. 

Selain itu, data tahun 2008 - 2018 memperlihatkan tidak sepeser pun Garuda pernah menyetor dividen untuk negara. Dengan demikian semasa Emirsyah menjabat itu, 2005 - 2014, Garuda Indonesia tidak ada menyetor dividen untuk negara kecuali jika ada data di tahun 2005 - 2007 yang penulis tidak berhasil mengaksesnya.

Di tahun 2015, Rizal Ramli kembali bekoar dan saat itu ribut dengan Rini Soemarno. Klik disini, atau, disini, misalnya. Rizal Ramli mengkritik dengan keras rencana pembelian pesawat berbadan lebar yang akan digunakan Garuda untuk rute Eropa. Kritikan ini berujung tersingkirnya Beliau dari Kabinet Kerja Jokowi.

Saat ini, ternyata kepretan Rizal Ramli ini terkesan banyak bermuatan positip. Garuda untung di rute domestik, menurut salah seorang Kompasianer kita sebab Garuda memiliki load factor yang tinggi sekitar 80 persen. Yang membuat Garuda rugi kelihatannya sebagian bersumber dari penerbangan rute luar negeri. 

Rute luar negeri GA dengan pesawat berbadan besar, seperti kritikan Rizal Ramli, yang memerlukan avtur dalam volume yang besar serta dengan biaya operasional yang mahal, dan di sisi lain load factor yang rendah (sepi penumpang) sehingga biaya operasional saja jauh diatas pendapatan. 

Selain itu, kasus jumlah karyawan yang sangat berlebihan di Era Tanri Abeng diatas kelihatannya kembali menggrogoti Garuda hingga Era Rini Soemarno sekarang. Di Era serba otomatis sekarang jumlah karyawan Garuda Indonesia masih belum dirasionalisasi. 

Dengan jumlah karyawan sebanyak 20.000 orang jelas sangat berlebihan termasuk juga jika dibandingkan dengan Singapore Airlines yang hanya memiliki 14.729 karyawan, AirAsia 17.000 karyawan, dan Malaysia Airlines yang cukup dengan 14.000 orang karyawan.

Di Era Bu Rini sekarang, 2014 - 2019, Dirut Garuda sudah diganti sebanyak tiga kali. Pertama, Emirsyah Satar yang mengundurkan diri di tahun 2014 digantikan oleh Muhammad Arif Wibowo. Tiga tahun kemudian di tahun 2017, Muhammad Arif Wibowo diganti oleh Pahala Nugraha Mansury, yang hanya bertahan satu tahun hingga 2018. Tahun 2018 hingga saat ini, Dirut Garuda dijabat oleh I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra. 

Kasus bongkar pasang tiga orang Dirut Garuda hanya dalam waktu lima tahun mengindikasikan kurang baiknya dukungan lingkungan politik, sistem, budaya, serta proses rekrutmen Dirut BUMN yang mencakup juga Dirut Garuda yang dilakukan oleh Tim Menteri BUMN, Rini Soemarno.

 Tak heran Jika Rizal Ramli kembali berteriak dan kali ini menyerukan untuk mencopot Rini Soemarno dari jabatan Menteri BUMN dalam upaya penyelamatan Garuda Indonesia, klik disini atau disini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun