Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Konvensi Partai Menuju Pilpres 2024, Jelas Sexy

30 Mei 2019   15:39 Diperbarui: 30 Mei 2019   20:54 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paslon Pilpres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik (Pasal 6A  Angka (2) UUD45 perubahan ketiga). Pasal 6A ini dilaksanakan oleh Pasal 222 UU Pemilu Tahun 2017 (UU No 7/2017). 

Lebih jauh lasi pasal 222 ini selain melaksanakan Pasal 6A tersebut juga membatasi parpol dan/atau koalisi parpol yang memenuhi syarat untuk mengajukan capres/cawapres. 

Persyaratan dari parpol atau koalisi partai tersebut adalah memiliki kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. Kutipan penuh dari Pasal 222 ini, adalah:

"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR "

Berbeda dengan banyak konstitusi di negara-negara dengan sistem demokrasi yang sudah mapan, UUD45 dan peraturan perundang-undangan dibawahnya tidak memberikan rambu-rambu atau pedoman umum yang mengatur Parpol dan/atau koalisi Parpol dalam mengelola pencalonan Paslon Pilpres. 

Ini mencakup, tetapi tidak terbatas pada, tidak ada nya kewajiban dari Parpol (koalisi Parpol) untuk secara transparans dan akuntabel mempublikasikan persyaratan Calon (Paslon) serta tahapan-tahapan pembentukan koalisi, pendaftaran, seleksi, dan penetapan Calon/Paslon terpilih dari Parpol (koalisi Parpol) masing-masing. 

Di Amerika Serikat, misalnya, konstitusi mereka menyediakan rambu-rambu tersebut. Ini diterjemahkan baik oleh Partai Demokrat maupun oleh Partai Republik dengan sistem Konvensi Partai masing-masing. 

Konvensi ini terbuka untuk warga negara Amerika Serikat. Di konvensi ini, setiap anggota dari masing-masing Parpol tersebut menentukan kandidat mana yang menurut mereka paling tepat untuk diajukan sebagai Capres/Cawapres. Hanya ada satu Paslon pemenang yang akan mewakili masing-masing dari kedua Parpol tersebut yang akan maju pada kontestasi Pilpres.

baca juga: United States presidential nominating convention, klik disini.

Di Indonesia, Partai Golkar pernah mencoba sistem konvensi ini di tahun 2003 - 2004, menurut Kompasianer Indra J. Piliang. Namun, imbuhnya, kurang begitu memuaskan. Artikel Kompasianer kita ini berjudul Potret 5 Tahun Partai Golkar, Klik disini. 

Hal yang serupa pernah juga dilakukan oleh Partai Demokrat. Praktik konvensi tersebut dilakukan oleh Partai Demokrat untuk Pilpres 2014. Pemenang nya adalah mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Tapi, kemenangan ini lenyap begitu saja. 

Walaupun demikian, baik konvensi Partai Golkar maupun Konvensi Partai Demokrat merupakan cikal bakal Konvensi Parpol Indonesia di masa mendatang. Akan sangat baik jika strategi konvensi ini dimulai kembali oleh beberapa Parpol dan/atau beberapa Koalisi Parpol di Pemilu Serentak 2024.  Ppraktik Konvensi Partai semacam ini sangat positif untuk perkembangan demokrasi Indonesia. A Few Good People akan terjaring secara alamiah dan praktik politik uang tinggal menjadi catatan sejarah.

lihat juga: Orang-orang Baik dan Tirani Partai di Pilpres 2024, klik disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun