Lebih jauh lagi, angka itu juga tidak akan berasal dari satu desa/kelurahan tetapi dari banyak desa/kelurahan dan bahkan sangat mungkin dicolong dari seluruh kecamatan di Dapil Jatim-Madura tersebut.Â
Kemungkinan besar pencurian suara tersebut, jika betul memang ada, terjadi nya di PPK Kecamatan. Ini mungkin terjadi sebab saksi (-saksi) PKS disini hanya dibekali Formulir C1. Dia (mereka) tidak dibekali dengan teknologi excel dan/atau aplikasi Pemilu.Â
Dia (mereka) jika dibekali oleh teknologi (0teknologi) tersebut seharusnya sudah melakukan koreksi baik atas formulir Daa1 atau Da1 atau kedua nya yang dibuat oleh Tim PPK Kecamatan.
Analogi untuk kasus NTT dan DKI Jakarta III. Sangat mungkin, saksi-saksi Partai Gerindra tidak dibekali dengan teknologi-teknologi termaksud.Â
Baca juga: Urgensi Digitalisasi Pemilu Indonesia, klik disini
Analisis Kasus PDIP
Penyakit nya tidak jauh berbeda dengan kedua kasus partai terdahulu. Indikasi adanya kecurangan bermodus TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) yang terjadi pada tingkat KPU Kecamatan (PPK) kuat sekali.Â
Ini hanya mungkin terjadi karena orang-orang PPK terlibat dan/atau adanya persengkongkolan antara orang-orang PPK dengan para saksi termasuk orang Bawaslu. Â
Kemungkina lain, ini tidak melibatkan saksi dan orang Bawaslu tetapi saksi dan orang Bawaslu tersebut tidak memiliki teknologi pengawalan suara seperti disebutkan diatas.
Baca juga: Kecurangan dan Pecundang di Pemilu Indonesia, klik disini
 Penutup