Bagaimana dengan pemilihan legislatif? Sudah ada kedaulatan rakyat disini tetapi masih pada tingkat yang rendah. Kenapa? Itu disebabkan, misalnya, Caleg terpilih bisa diganti oleh partai menurut jalur PAW (Pergantian Antar Waktu). Contoh yang lain adalah jika ada Celeg terpilih mengundurkan diri dan/atau berhalangan tetap, pimpinan partai menunjuk penggantinya.Â
Praktik seperti itu tidak akan terjadi jika kedaulatan rakyat sudah cukup baik. PAW perlu dihapus dan lakukan pemilihan sela (interim) jika ada anggota legislatif yang mengundurkan diri atau berhalangan tetap. Mereka itu dipilih oleh rakayat dan yang berhak menggantinya juga rakyat dong.
baca juga:Â Halal Meneladani Kesuksesan PKS, klik disini.
Eksekutif
Bentuk lain kedaulatan rakyat yang terpasung mencakup tidak dimungkinkan nya Capres/Cawapres independen. Mereka itu perlu diusulkan oleh partai politik dan mekanisme pengusulan oleh partai politik tersebut sangat tidak jelas, jika ada. Praktik dagang sapi menjamur, sebagai konsekuensinya.
Praktik Non-Zero Presidential Threshold juga merupakan bentuk nyata pemasungan kedaulatan rakyat. Banyak orang-orang baik gagal menjadi Capres/Cawapres karena persyaratan threshold ini.
Hal yang serupa untuk ajang Pilkada. Penulis belum melihat mekanisme yang jelas, lagi-lagi jika ada, yang harus ditempuh seseorang untuk dapat dicalonkan oleh partai politik sebagai calon kepala daerah. Persepsi yang sangat tinggi adalah MAHAR POLITIK.Â
Memang calon independen dimungkinkan di Pilkada. Namun persyaratan nya sangat ribet dan berat terutama untuk unsur verifikasi faktual. Isu ini pernah dikritik oleh Ahok Basuki Tjahtjah Purnama dalam Pilkada DKI 2018.
baca juga:  Mimpi Menenggelamkan Parpol di Ranah Pilkada, klik disini.
Komen dan kritik dihargai dan sangat diharapkan. Matur sembah nuwun.