Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tiga Jurus Sakti Menihilkan Jual Beli Jabatan

8 April 2019   13:44 Diperbarui: 9 April 2019   12:50 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/DIDIE SW) 

Praktik jual beli jabatan di instansi pemerintah sudah menjadi rahasia umum. Menurut Kompasianer Wisnu A.J. Menyoal tentang Jual Beli Jabatan, itu terjadinya baik di instansi pusat, Kementerian dan Lembaga Negara maupun instansi Pemerintah Daerah. 

Menurut Sofiandi Efendi, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), praktik jual beli jabatan itu terjadi di 90 persen instansi pemerintah. Lebih jauh lagi, Kompasianer Almizan Ulfa, "Kenapa Jokowi Gagal Mengendalikan Korupsi di Indonesia?" menjelaskan dengan cukup detil faktor-faktor penting yang menyebabkan maraknya praktik jual beli jabatan tersebut.

Sekarang bagaimana cara untuk menihilkan praktik kotor jual beli jabatan tersebut? Sangat sangat sulit sekali dalam lingkungan politik dan demokrasi Indonesia saat ini. Kata yang lebih pas adalah mustahil saya kira. 

Namun, secara teknis, dan sekedar berbagi saja, itu sangat sangat gampang. Itu hanya perlu dilakukan dengan tiga jurus sakti yang menyatuh. Tiga jurus sakti yang overlapping dalam bahasa manajemen. Ketiga jurus sakti tersebut adalah: (i) kurangi jabatan yang tersedia; (ii) perkecil anggaran belanja pegawai, dan (iii) kurangi utang negara.

Beberapa sumber | Dokpri
Beberapa sumber | Dokpri

Pangkas Unit Kerja Setingkat Eselon I

Jumlah jabatan yang tersedia itu ditentukan oleh jumlah unit kerja Eselon I. Semakin banyak Eselon I bukan saja semakin banyak jabatan setingkat Direktur Jenderal tetapi juga jumlah yang berlipat untuk jabatan yang ada dibawahnya mulai dari Direktur, Kepala Bagian, dan Kepala Seksi. 

Sebagai contoh, Kementerian Keuangan RI saat ini memiliki 11 unit Eselon I, 11 unit Eselon I di Kementerian Dalam Negeri, 9 unit Eselon I di Kementerian ESDM, dan 9 unit Eselon I di Kementerian Perdagangan. Contoh untuk organisasi Pemda, coba kita lihat Provinsi Papua yang memilik 11 jabatan setingkat Eselon I, Pemda DKI Jakarta 11 unit Eselon I, dan Pemda Provinsi Jawa Barat, juga 11 unit Eselon I.

Jika satu unit Eselon I dipangkas, penulis yakin tidak akan mengurangi ketersediaan layanan publik dan/atau efektivitas penyelenggaraan negara, yang berkurang bukan hanya satu jabatan setingkat Direktur Jenderal.  

Ini akan terpangkas juga enam hingga delapan jabatan direktur, 30 hingga 40 jabatan kepala bagian, dan 150 hingga 200 jabatan kepala seksi. Jika dua, tiga,... hingga lima unit kerja Eselon I yang dipangkas, penulis masih tetap yakin tidak akan berpengaruh pada penyediaan pelayanan umum dan/atau tugas penyelenggaraan negara, akan terpangkas juga 12 hingga 16 jabatan.... dst.. dst..

Pangkas Belanja Pegawai

Pangkas pengeluaran pegawai. Pengeluaran pegawai secara nasional dapat dipangkas hingga 50 persen dari yang ada sejauh ini setiap tahunnya. Pemangkasan ini tidak akan mempengaruhi penyediaan layanan umum dan/atau tugas-tugas penyelenggaran negara. Pemangkasan ini juga konsisten dengan keputusan untuk memangkas unit kerja Eselon I. 

Terpangkasnya jumlah unit kerja Eselon I akan mempermulus keputusan untuk memangkas pengeluaran pegawai. Sebaliknya, terpangkasnya pengeluaran pegawai juga mendukung keputusan untuk memangkas unit kerja Eselon I.

Anggaran belanja pegawai pemerintah pusat tahun 2019 ditetapkan (RAPBN) sebesar Rp 368,6 triliun atau naik sekitar Rp 26,1 triliun jika dibandingkan tahun 2018. Anggaran belanja pegawai pemerintah daerah secara nasional lebih dari 50 persen APBD. 

Penulis belum menemukan angka rupiah baik APBD total apalagi porsi untuk belanja (pengeluaran) pegawai.  Penulis coba berkunjung ke situs DJPKN Kementerian Keuangan tetapi belum beruntung.

Di Kementerian Keuangan Australia, Australian Treasury, trik yang digunakan untuk memangkas pengeluaran pegawai adalah memberikan anggaran secara gelondongan (block budget) kepada kementerian dan lembaga negara. 

Mereka tetapkan jumlah anggaran setiap kementerian/lembaga negara dengan tugas-tugas standar yang wajib dilakukan. Apa saja yang dikeluarkan, termasuk untuk pengeluaran (belanja) pegawai, diserahkan seratus persen kapada kementerian/lembaga negara yang bersangkutan.

Namun, ada strings yang mengikat. Semua kementerian dan lembaga negara harus membuka akses kepada umum tentang apa saja yang dikerjakan dan berapa uang yang harus dihabiskan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.  Hasilnya? Sangat dahsyat. Jumlah pegawai dan belanja pegawai relatif kecil dan relatif tidak ada kenaikan setiap tahunnya. 

Kurangi Utang Negara

Pangkas utang negara. Lebih persisnya pangkas pertambahan utang negara dalam setiap tahun. Utang itu dapat saja bertambah tetapi tingkat pertambahannya yang menurun.

Berkurangnya tambahan utang negara memaksa kabinet untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran negara dan jalan yang termudah adalah memangkas pengeluaran negara yang tidak perlu. Pengeluaran negara yang tidak perlu atau tidak mendesak termasuk pengeluaran untuk pegawai yang sebetulnya tidak perlu dilakukan, dapat dipangkas.

Utang Pemerintah di tahun 2018 sebesar Rp 4.418,3 triliun. Nilai tambahan utang tersebut Rp 423 triliun dibandingkan posisi utang pemerintah sepanjang 2017. Di Era Jokowi hingga tahun 2018, selama empat tahun, toal utang pemerintah bertambah hingga Rp 1.809,6 triliun

Di Australia, misalnya, konstitusi mereka menetapkan bahwa jika lima tahun sekarang pemerintah terus nambah utang, maka rezim pemerintahan baru yang berikutnya, periode lima tahun berikutnya, bukan saja tidak ada utang baru tetapi utang-utang lama harus dilunasi.

Hasilnya dahsyat sekali. Jumlah jabatan di kementerian dan lembaga negara Australia relatif sangat sedikit dan tidak banyak berubah dari tahun ke tahun.

Lihat juga artikel terkait, misalnya, "MUI, Mohon Fatwa Haram Korupsi dan Money Politics" atau "Urgensi Digitalisasi Pemilu Indonesia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun