Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

(Jangan) Terperangah dengan Infrastruktur Jokowi

31 Oktober 2017   11:24 Diperbarui: 31 Oktober 2017   13:22 2040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin kita sepakat bahwa di era reformasi sekarang pembangunan infrastruktur yang dilakukan Presiden Jokowi adalah terbaik . Terbaik dalam banyak aspek yang mencakup kualitas dan kuantitas. Lihat itu banyak sekali jalan tol yang sudah dan sedang dikerjakan. Lihat juga itu gebrakan ekspansi dan/atau modernisasi bandara, pelabuhan laut, penyebrangan, dan kelistrikan.

Tidak mengherankan jika anggaran infrastruktur APBN melonjak tajam. Sebelum Jokowi, anggarannya jauh dibawah Rp100.00 triliun dan kini sudah melewati Rp150.00 triliun.

Sumber: NK &RAPBN, beberapa edisi.
Sumber: NK &RAPBN, beberapa edisi.
Namun, jangan terperangah dulu. Masih ada beberapa tingkah laku lama, warisan virus Orba Soeharto,  yang tetap mewabah di rezim Jokowi. Ini mencakup tetapi tidak terbatas pada fenomena Pemerintah membangun setelah selesai diserahkan ke swasta termasuk ke BUMN untuk mengelola/mengoperasinya. Lebih persisnya, rezim Orde Baru sudah lebih dulu melakukan pengalokasian uang untuk anggaran infrastruktur dalam jumlah yang besar dan terus meningkat dari satu Repelita ke Repelita yang lain (Repelita 1 s/d 6), yang mencakup bidang infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih, bandara, pelabuhan laut, dan penyebrangan seperti yang dikerjakan Jokowi saat ini.

Setelah proyek-proyek itu selesai, pemerintah kemudian menyerahkanya ke BUMN sebagai operatornya. Singkatnya, Pemerintah membangun infrastruktur dasar (utility) dan setelah selesai diserahkan ke BUMN sebagai operatornya. BUMN operator atau pengelola operasional infrastruktur dasar itu,  yang dalam literatur internasional lebih dikenal dengan nama UTILITY mencakup PT PLN, PDAM/Perum Jasa Tirta, PT Angkasa Pura, PT Pelindo, dan PT ASDP

Penyakitnya adalah operator-operator itu tidak beroperasi secara baik dan efisien. Namun, ini tidak terungkap ke publik sebab rezim Orba sangat represif atas suara yang beraura kritik sekalipun itu sebetulnya kritik yang membangun.

Baru beberapa puluh tahun kemudian, lebih persisnya pasca lengsernya Pak Harto, terungkap bahwa utiliti-utiliti tersebut tidak efisien dan/atau tidak memiliki daya saing yang tinggi. Ini mencakup jadulnya infrastruktur yang tersedia, mahalnya biaya bongkar/muat dan lamanya dwelling time di pelabuhan PT Pelindo, panjangnya antrian landing/take off pesawat udara dan tingginya frekuensi delayed pesawat udara (PT Angkasa Pura) serta kurangnya kapasitas PLN.  Kondisi ini diperparah oleh dampak krisis moneter 1997/98 yang mencakup sangat terbatasnya alokasi dana APBN untuk renovasi, modernisasi, dan ekspansi infrastruktur tersebut. Kondisi ini terus berlanjut sejak 1997/98 hingga akhir masa pemerintahan Presiden SBY di tahun 2014.

Presiden Jokowi mengambil banyak langkah terobosan untuk meningkatkan anggaran infrastruktur. Langkah tersebut mencakup peningkatan utang negara dan realokasi anggaran yang tidak begitu mendesak ke sektor yang lebih diprioritaskan termasuk untuk renovasi dan/atau modernisasi utility seperti listrik, bandara, pelabuhan laut, dan penyebrangan. Alokasi anggaran APBN untuk BUMN utility melonjak tajam.

Sumber: Ulfa, Almizan (2017)
Sumber: Ulfa, Almizan (2017)
Namun, fenomena Pemerintah membangun dan setelah selesai diserahkan ke BUMN tetap belum bergeser. Keberlanjutan kegiatan ekspansi dan/atau modernisasi tetap tergantung pada dana APBN, yang dalam perspektif jangka menengah masih tergantung dari utang Pemerintah. Uang hasil penjualan jasa-jasa pelayanan utilitytersebut masih leluasa digunakan oleh BUMN-BUMN tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan Tim Manajemen dan Karyawan mereka, yang belum terdengar, jika ada, pola penggajian/remunerasi yang super mewah seperti yang tersaji dalam tabel dibawah ini sudah tidak dilakukan lagi pada saat ini. Ini data tahun 2013 kecualai untuk PT Perusahaan Gas Negara (PGN) untuk 2014

Sumber: Ulfa, Almizan (2017)
Sumber: Ulfa, Almizan (2017)
Selain itu, fenomena pengalihan pekerjaan-pekerjaan ke anak-anak perusahaan BUMN terus berlanjut. Ini mengakibatkan lebih mahalnya harga dan/atau menurunnya kualitas pelayanan.

Secara keseluruhan, tidak optimalnya pendapatan dan/atau laba BUMN utilityterus berlanjut. Mereka tidak dapat memupuk Retained Earnings untuk ekspansi dan modernisasi. Kegiatan ekspansi dan/atau modernisasi tetap tergantung pada APBN dan ini paling disukai oleh kementerian teknis terkait, yang persepsi mark up proyek dalam kisaran 20 -- 50 persen masih belum hilang benar.

Ini perlu kita suarakan untuk lebih mendukung kinerja Presiden Jokowi dan terhindarnya krisis yang tersembunyi. Ini juga penting untuk memutuskan warisan utang yang tidak perlu dan beban lemahnya daya saing utility di masa mendatang.

Daftar Pustaka:

Ulfa, Almizan. 2017. Mengurai Benang-benang Kusut BUMN,Yogyakarta: Deepublish

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun