Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Perlukah Investor Asing Dimanjakan di Sektor Hulu Migas?

17 September 2016   11:28 Diperbarui: 18 September 2016   09:53 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Index Mudi dan NK&RAPBN (2015/2016), diolah

Mari kita jawab pertanyaan yang sering menjadi kontroversial itu, pelan-pelan. Kita mulai dulu dengan grafik diatas yang mempelihat terus merosotnya produksi minyak mentah Indonesia. Dalam periode 1980an, produksi minyak mentah kita masih sekitar 1,6 juta barrel per hari dan kita masih menjadi anggota OPEC dan bahkan pernah jadi ketuanya.  

Tahun 2004 produksi Migas kita sudah menyentuh tingkat 1 jutaan barrel per hari, kita sudah menjadi net importir minyak dan di tahun 2008 kita terpaksa dikeluarkan dari OPEC. Kini, di tahun 2016, produksi minyak mentah kita tinggal 800 ribuan barrel per hari. Impor minyak kita sekitar 80 juta barrel setahun, dalam beberapa tahun terakhir.

Lebih jauh lagi, banyak yang memprediksi bahwa jika tidak ada kebijakan yang mumpuni di sektor hulu Migas, maka produksi minyak mentah kita akan tinggal sekitar 500 ribuan barrel per hari di tahun 2030 nanti. Impian Indonesia masuk kelompok 10 negara terkaya di dunia, besar kemungkinannya, tetap akan menjadi mimpi di tahun 2030 itu. 

Pertanyaannya sekarang adalah kenapa produksi tersebut terus melorot? Tiga otoritas pengendali sektor hulu Migas yang berbeda: Pertamina (1971 - 2001), BP Migas (2001 - 2012), dan SKK Migas (2013 - sekarang), gagal menghentikan penurunan produksi minyak mentah Indonesia.   

Dengan demikian, apakah cadangan minyak di perut bumi Indonesia memang sudah kering? Atau, semua entitas otoritas sektor hulu tersebut memang gagal menciptakan kebijakan yang mumpuni sehingga tidak ada kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi yang significant untuk menemukan cadangan Migas baru, yang sebetulnya masih melimpah? Dugaan sementara, cadangan yang masih melimpah tersebut terdapat di wilayah laut dalam di bagian Timur Indonesia tetapi belum dikelola dengan baik.   

Kita masih belum menjawab pertanyaan tentang seberapa penting investor asing di sektor hulu Migas Indonesia dan bagaimana memperlakukannya secara tepat untuk memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. Ini menjadi penting karena terkait dengan frasa-frasa yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. 

Tapi, coba kita lihat sebentar distribusi pemain sektor hulu Migas Indonesia seperti tersaji dalam gafik dibawah ini.    

SKK Migas-IPA Technical Division presentation dalam PwC (2014), diolah
SKK Migas-IPA Technical Division presentation dalam PwC (2014), diolah
Ternyata, sektor hulu Migas kita dikuasai oleh asing. Perusahaan asing, BU dan BUT, menguasai 82 persen produksi Migas kita dengan Chevron Pacific Indonesia yang terbesar (47%), dan, PT Pertamina hanya 18 persen.    

Apakah itu buruk, merugikan secara finansiel, merendahkan martabat bangsa, dan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945? Jelas tidak dan bahkan kita butuh mereka.   

Kenapa demikian?   

Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Migas itu membutuhkan investasi yang besar sekali. Selain itu itu, risiko kegagalan menemukan cadangan Migas yang mencukupi juga tak kalah besarnya. Hal ini terasa lebih mengikat untuk lokasi laut dalam di perairan Indonesia bagian Timur yang mencakup Blok Masela (Maluku Selatan).   

Dengan demikian, sebaiknya, segera hentikan, jika ada, gerakan dan/atau pemikiran untuk swasembada dan/atau nasionalisasi sektor hulu Migas ini. Biarkan investor asing yang melakukannya. Biar mereka berinvestasi dan menanggung risiko. Kita terima hasilnya jika berhasil dan tidak perlu ada pengorbanan sumber-sumber yang langkah. jika ternyata gagal.   

Sekarang, bagaimana membuat investor asing itu tertarik untuk berinvestasi dan kita mendapatkan super untung?  

Coba kita lihat pendapat dari Dr. Madjedi Hasan berikut ini. 

 "Good oil and gas management means managing the resources to provide optimum results to the owner of the natural resources, the state, but also providing protection and legal certainty for investors." (The Jakarta Post December 17, 2015)

Artinya, kita perlu membuat skim-skim kontrak kerjasama yang paling menguntungkan Indonesia tetapi para investor itu perlu diberikan perlindungan dan kepastian. Jika mereka merasa tidak terlindungi dan tidak melihat adanya kepastian hukum, mereka akan hengkang dan memilih berinvestasi di negara-negara lain. Potensi cadangan Migas yang melimpah juga terdapat di berbagai belahan dunia yang lain.  

Kepastian perlindungan dan hukum di sektor hulu Migas itu menjadi melemah ketika Mahkama Konstitusi (MK) membatalkan pasal-pasal penting UU Migas 2001 di tahun 2012 dan memerintahkan pemerintah untuk membuat UU Migas baru yang lebih sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Bukan saja UU Migas baru itu tak kunjung selesai tetapi juga banyak pengamat Migas internasional menilai bahwa draf UU MIgas baru belum mencerminkan kebutuhan perlindungan dan kepastian hukum bagi para investor asing. 

Selain itu, kasus Blok Masela dianggap oleh investor Inpex (Jepang) dan Shell (British) merupakan cerminan tindakan yang tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum. Kesepakatan awal untuk melakukan eksploitasi (produksi) di tengah laut dibatalkan oleh Pemerintah dan ditetapkan untuk dilakukan di darat. 

Bukan berarti kita harus seperti kerbau tercocok hidungnya dalam mentaati perjanjian yang sudah disepakati bersama. Tetapi, jika kita berniat berubah kesepakatan itu, itu sudah dipersiapkan dengan seksama termasuk kompensasi kerugian-kerugian investor atas perubahan-perubahan kesepakatan tersebut. 

Ini kelihatannya tidak demikian. Kasus Blok Masela ini, rasanya, masih terkatung-katung hingga saat ini dan kapan selesainya belum dapat dipastikan. Dengan demikian, kapan produksi gas di blok ini dapat dilakukan juga belum ada kepastian.

Kesimpulannya, kita membutuhkan investor asing tetapi tidak perlu dimanjakan. Buat skim kontrak yang paling menguntungkan Indonesia tetapi berikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pemodal tersebut. 

Twitter: @almizanulfa

Facebook: @almizanulfa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun