Mohon tunggu...
Sayyeeda Ayeesha
Sayyeeda Ayeesha Mohon Tunggu... Guru - Be writer! Be inspiring! Be eternal!

مَا اَصَابَ إِلَيَّ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللهِ\r\n وَ مَا أَشْعُرُ بِشَيءٍمِنَ الْمَحَبَّةِ وَ الْفَرَحِ حَتَّى الْحُزْنِ إِلَا بِإِذْنِهِ\r\n ^_^ اَيْضًا

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Si Sulung dan Hujan

12 Agustus 2022   18:44 Diperbarui: 12 Agustus 2022   18:49 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kisah Pagi ini

Jumat 12 Agustus 2022, pukul 06.20 saya berangkat sekolah bersama si sulung. Hujan turun begitu deras. Persiapan kami begitu banyak. Mengenakan mantel, membungkus sepatu dan memakai sandal untuk perjalanan dan seterusnya. Jarak yang lumayan jauh, 20 menit dari rumah menuju sekolah berhasil membuat air hujan menembus mantel yang kami kenakan. 

Sebuah perjuangan demi ilmu. Hibban, si sulung belajar di kelas 1 SD. Sementara saya mengajar di SMP. Sesampainya di sekolah Hibban, semua baik-baik saja. Saya membantu melepaskan mantelnya, melipatnya, menaruh sandal di bawah sepatunya. Dan sesaat saya keluarkan uang saku Hibban yang tertinggal di mantelnya. 

Baru hendak kuserahkan, tiba-tiba Hibban berlari dengan muka masam ke arah hujan yang belum jua berhenti. Sebelumnya, ia memintaku membawa saja sandal selopnya di motorku, tapi saya menolaknya karena bagasi motor sudah berisi jaket kami yang kering. Maka, aku membujuknya kembali ke depan kelas dengan membawa sandal tersebut bersamaku ke motor, tapi ia tetap menolak. Sebaliknya ia malah minta pulang dan bolos sekolah. 

Aku menanyakannya kenapa tidak mau juga. Sampai kemudian, saya tebak: "Ada yang ketawain Hibban?" (Karena beberapa detik sebelum Hibban lari ada suara tawa) 

Ia mengangguk. Kemudian menangis. 

Saya -yang merasa hanya karena diketawain ia ngambek, dan minta pulang, - menjadi kurang sabar. Ditambah perasaan sedang diburu waktu karena saya pun harus mengajar jam pertama membuat saya tidak berpikir jernih. 

"Hibban, kalau Hibban tidak juga mau sekolah, berarti Hibban tidak mama izinkan pinjam HP mama sampai seterusnya, walaupun kamu minta ngaji dulu. Ayo, mau sekolah atau ngga?" Kataku, mengancam dengan sesuatu yang ia sukai saat ini. 

Dengan perangai Hibban yang keukeuh bila perasaannya yang terluka, saya masih belum juga sadar, apa yang semestinya saya lakukan. 

Maka, jadilah Hibban basah seluruh badannya, dan saya antarkan ia pulang ke rumah. 

Sepanjang hari, saya berpikir di mana hal yang harus kuperbaiki untuk kedepannya lagi. Ternyata itu ada padaku sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun