Mohon tunggu...
puspalmira
puspalmira Mohon Tunggu... Freelancer - A wild mathematician

Invisible and invincible IG: almirassanti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Dua Rembulan

17 Agustus 2019   09:03 Diperbarui: 17 Agustus 2019   09:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: vozrojdenie.me

Malam ini rembulan bersembunyi di balik awan jingga. Aku mengulang serpihan-serpihan memori masa lalu, gusar meresapi setiap kemelut yang pada akhirnya kurang bermakna.

"Jangan kembali!"

Sentakan itu terasa jelas dalam satu bagian ingatanku. Jelas sejelas tetesan embun pada ilalang yang dingin menggores mata kaki waktu aku pulang tadi. Sengaja tak kukenakan kaos kaki seperti biasa karena kupikir serangan nyamuk dan sayatan angin malam bisa membantuku menyamarkan reaksi saat kau menegurku seperti dua malam lalu.

Aku mengulang serpihan-serpihan memori masa lalu. Perlu kau tahu, masa lalu itu adalah malam tadi dan dua malam lampau.

"Kau tak harus memasuki pintu ini. Bahkan kau tak boleh memaksaku membuka kuncinya. Aku pun telah berjanji untuk menutupnya darimu."

"Terimakasih. Terimakasih telah mengantarku kembali."

Sayang, dia tak mendengar terimakasihku. Belum sempat aku mencerna kata-kata yang dia lontarkan saat kami sampai di gerbang rumah, dia sudah melesat pergi. Tak ada yang mendengar jawabanku. Pun tak ada yang menjawab saat kutanya apa arti pintu yang dia katakan padaku. Satu hal yang mungkin kutahu, aku tak akan pergi jauh.

Tepat dua malam setelah perbincangan satu arah tentang pintu, kami bertemu. Keadaan telah membuat kami berada pada ruang dan waktu yang sama. Kupikir  tak kan ada salam, karenanya aku hanya merunduk tajam. Sekilas kemudian, sekejut cemeti melayap ke pundak, dia di depanku. Kami duduk berhadapan. 

Ada suatu rasa bercampur baur bak variabel-variabel gila tak berhingga. Ada keingintahuan panjang atas segala pernak-pernik dan halaman utama pada saraf-saraf di dalam batok kepalanya. Pula ada resah tak wajar yang menghantuiku di pagi buta hingga aku tak berani memejamkan mata dalam puncak kepekatan malam.

Ada rasa. Ada resah. Dia masih di hadapanku.

"Sampai kapanpun kau tunggu, bagaimanapun kau memaksa, pintu ini tak akan pernah terbuka. Andai kau mampu membuatku membukanya, akan ada tembok setinggi cemara yang menghalangi kita. Pulanglah. Atau kau hanya akan mendapat lelah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun