Mohon tunggu...
Alma Geraldina
Alma Geraldina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis hal-hal yang menjadi kegelisahanku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Menyampah" di Ruang Publik

3 Juli 2020   23:05 Diperbarui: 10 Juli 2020   14:46 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stres karena media sosial (Sumber: emapoket via Kompas.com)

Berbeda dengan kasus "orang biasa" seperti kasus Audrey di atas, kasus yang menimpa selebriti, influencer, youtuber, selebgram, dan orang yang memliki banyak followers tidak bisa dianggap sama. Orang-orang seperti mereka memiliki "power" lebih dan mengambil porsi yang banyak dalam "ruang publik" di dunia maya.

Ketika seseorang memiliki sosial media maka dia membuat ruang virtualnya sendiri, namun ketika orang tersebut memiliki banyak followers atau orang yang menonton maka ruang tersebut kemudian menjadi ruang publik, selain karena memiliki audiens sendiri, konten mereka juga membanjiri ruang orang lain.

Apapun yang dikatakan, dimuat, dituliskan, dan dibagikan di situ akan menjadi konsumsi publik. Hal-hal yang berbau publik jelas tidak menjadi milik pribadi lagi. Orang-orang akan bebas menonton, berpendapat, dan berkomentar disana.

Dikarenakan selebriti, influencer dan orang-orang tersebut mengambil porsi yang banyak dalam menguasai ruang publik maka hal yang dibagikan bukan menjadi kesenangan semata lagi bagi pemiliki akun namun juga memiliki nilai tanggung jawab.

Saat mereka membagikan konten yang memiliki unsur pendidikan publik, akan banyak orang yang mendapatkan manfaat dari informasi tersebut, sama halnya dengan endorse barang.

Namun, istilah-istilah seperti "konten sampah" bisa saja muncul karena konten yang dianggap mengganggu dan menyesatkan membanjiri ruang publik.

Biasa dijumpai dalam sosial media milik selebriti wanita yang banyak membagikan foto-foto kesehariannya kemudian dikomentari dengan komentar cantik, body goals, istri idaman, dan semacamnya. Komentar bernada pujian dari netizen ini sama halnya dengan komentar buruk bernada cacian.

Seperti kasus selebriti yang bertengkar dengan adik ibunya di televisi, keluarga selebriti yang bertengkar antara ibu dan anak di sosial media, youtuber yang melakukan prank terhadap waria, influencer yang ditegur karena mempertontonkan kemesraan yang berlebihan, influencer yang melanggar aturan PSBB dengan ikut "melayat" di depan restoran cepat saji dan bagaimana netizen bereaksi dengan membanjiri sosial media mereka dengan komentar buruk.

Kedua sisi komentar yang berlawanan ini adalah bentuk tanggapan publik atas hal, foto, atau konten yang dibagikan.

Sama halnya komentar baik, komentar buruk yang dituai adalah murni bentuk "konsekuensi" dari perbuatan yang dilakukan para selebriti dan influencer tersebut. Meskipun itu bukan benar-benar sepenuhnya berbentuk perbuatan namun konten, foto, atau drama kehidupan kurang mendidik yang dipertontonkan merupakan bentuk sampah yang disebar di ruang publik.

Tidak dibenarkan lantas mengatakan netizen maha benar hanya karna netizen bereaksi buruk terhadap "sampah" yang dibagikan meskipun sekali lagi penggunaan kata-kata kasar oleh netizen adalah tidak baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun