Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Tentang Nama Indonesia

18 Agustus 2022   13:07 Diperbarui: 18 Agustus 2022   13:14 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mandi, pernahkah Anda mengeluarkan isi kemasan sampo lantas melulurkannya bukan ke mahkota melainkan ke wajah Anda? Saya pernah. Atau pernahkah Anda mengeluarkan isi kemasan sabun muka lantas melulurkannya bukan ke wajah melainkan ke mahkota Anda? Saya juga pernah. 

Jika pernah, maka kabar baiknya adalah tetap tenang karena orang lain selalu tidak memedulikan bagaimana cara Anda membersihkan badan. Mereka hanya peduli apakah Anda membersihkan badan ataukah tidak. Kabar buruknya adalah, kekhilafan semacam ini tidak berlaku di ranah tulisan juga tindak tutur yang impresif. 

Tulisan-tulisan yang menggugah juga pembicaraan-pembicaraan yang mengagumkan senantiasa taat akan nalar bahasa. Sebagai contoh sederhana, adakah perbedaan antara Dirgahayu Republik Indonesia ke-77 dan Dirgahayu ke-77 Republik Indonesia? Mari kita telisik. 

Martinus Danang dalam "Jejak Sejarah Nama Indonesia" yang dimuat di laman kompas.id menuliskan, penggunaan nama Indonesia pertama-tama digunakan secara geografis, kemudian politis. Secara geografis, nama Indonesia disebut pertama kali oleh George Samuel Windsor Earl tahun 1847 dalam tulisannya di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. 

Earl mengusulkan istilah "Indu-nesians" dan "Melayunesians" untuk penduduk di Kepulauan Hindia. 

Secara politis, di tahun 1901. Saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda sedang menjalankan politik balas budi. Mereka memberikan kesempatan bagi para generasi tanah air untuk mengikuti pendidikan baik di Hindia Belanda maupun langsung belajar ke Belanda. 

Kebijakan tersebut pun menghasilkan sejumlah generasi muda yang tergabung dalam Perhimpunan Hindia yang didirikan Raden Mas Noto Surotuo pada 1908. Dengan semakin kritisnya anggota perkumpulan, juga ditambah dengan masuknya Muhammad Hatta, maka Perhimpunan Hindia ini pun berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia. 

Dalam surat kabar De Socialist nomor 10 tahun 1928, lebih lanjut Mohammad Hatta menulis artikel berjudul "Tentang Nama Indonesia" yang membahas penggunaaan nama Indonesia yang menggantikan nama Hindia Belanda. "Bagi kami orang Indonesia, nama Indonesia mempunyai arti politik dan menyatakan suatu tujuan politik. Dalam arti politik karena dia mengandung tuntutan kemerdekaan. 

Bukan kemerdekaan Hindia Belanda melainkan kemerdekaan 'Indonesia' dari Indonesia. Mustahil negara Indonesia merdeka yang akan datang disebut dengan Hindia Belanda juga tidak India saja karena akan dikacaukan dengan India yang lain yaitu nama resmi dari India Inggeris sekarang." 

Memanfaatkan nalar, Mohammad Hatta ingin mempertegas bahwa penamaan Indonesia bertujuan untuk mencirikan sekaligus membedakan Indonesia dari negara lain, khususnya Hindia Belanda. 

Kesadaran penggunaan nama Indonesia ini pun memuncak pada Kongres Pemuda II 27 -- 28 Oktober 1928. Kongres yang merumuskan peristiwa heroik, Sumpah Pemuda yang menegaskan pengakuan akan tumpah darah, bangsa, dan bahasa satu Indonesia. Dan mari sama-sama sepakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun