"Kamu tau nggak kenapa kita harus tengok kanan kiri kalo mau nyebrang?"
"Ya biar nggak ketabraklah," jawabku enteng.
"Bukan. Kalo kamu nggak tengok kanan kiri artinya kamu nggak bisa baca peluang."
Aku menegakkan punggung, "HEI! Peluang mati maksud kamu?"
"Ya peluang selamat sampe seberanglah. Otak kamu tuh emang nggak pernah nyampe sama apa yang aku omongin ya!?"
Aku terdiam. Iya, memang. Aku tidak pernah selaras dengan apa yang kamu bicarakan, tetapi bukan itu yang membuat kisah ini berakhir.
"Nyebrang itu kayak perjalanan hidup."
Kini kamu berubah menjadi motivator di pinggir sungai. Pendengarnya yaitu batu, semak-semak, teriakan anak-anak berenang dan ibu-ibu yang baru saja datang untuk mencuci.
"Kalo hidup kamu lurus-lurus aja nggak tengok kanan kiri itu berarti hidup kamu hambar. Padahal kanan kiri kamu itu ada banyak banget peluang, kamu tinggal milih aja mana yang cocok sama kamu. Sama kayak nyebrang kan? Kamu harus tengok kanan kiri supaya bisa milih, kapan waktu untuk berjalan dan kapan waktu menunda berjalan karena ada truk ayam yang lewat. Terlalu sempit kalo nyebrang cuma diartikan biar nggak tertabrak kendaraan."
Iya, dulu aku hampir tertabrak truk ayam gara-gara sembarangan ketika nyebrang dan supirnya berteriak keras padaku. Sedangkan aku mematung karena bau ayamnya begitu menyengat.
Aku masih diam melihat anak-anak yang kini berhenti berenang. Mungkin mereka sudah lelah atau memang ingin diam saja. Entahlah aku tidak terlalu pandai membaca pikiran orang.