Mohon tunggu...
Aldy M. Aripin
Aldy M. Aripin Mohon Tunggu... Administrasi - Pengembara

Suami dari seorang istri, ayah dari dua orang anak dan eyang dari tiga orang putu. Blog Pribadi : www.personfield.web.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pamali dan Makna Tersirat Yang Terkandung di Dalamnya.

7 Juni 2015   20:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:17 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemimpin Jamiat Ulema-e-Islami (JUI-F) Maulana Fazlur Rehman meminta angkatan bersenjata Pakistan menggelar operasi militer terhadap para perempuan yang mengenakan celana jeans. Permintaan Maulana ini disampaikan dalam sebuah jumpa pers di Islamabad, akhir pekan lalu. Demikian dikabarkan kompas.com (1/6/2015).

Pada hari Sabtu (6/6/2015), kompas.com juga memberitakan bahwa Tan Sri Joseph Pairin Kitingan, Wakil Menteri Besar Negara Bagian Sabah, Malaysia menuding 10 turis Eropa sebagai penyebab terjadinya gempa bumi berkekuatan 6.0 skala richter di Sabah, Jumat sore (5/6/2015). Sepintas kedua berita tersebut saling berhubungan dan seperti menunjukan kebenaran bahwa penggunaan celana jean dan ketelanjangan dapat memicu terjadinya gempa bumi. Kalau perempuan menggunakan celana jeans saja bisa menimbulkan gempa bumi apalagi ketelanjangan dan secara sepintas terbukti bahwa ketelanjangan benar adanya dapat mendatangkan gempa sepeti yang terjadi di Sabah, Malaysia, pada Jum’at sore (5/6/2015).

Apakah benar seperti itu? Tan Sri Joseph Pairin Kitingan, bukanlah orang udik seperti saya, bukan pula mahluk terkebelakang dengan pendidikan Sekolah Dasar pun tak tamat. Memang benar, bagi sebagian masyarakat pedalaman yang masih menganut kepercayaan tertentu perbuatan mesum (bertelanjang) dapat menimbulkan prahara seperti bencana, tapi inti ajaran tersebut bukanlah prahara seperti yang terjadi di Sabah.

Orang-orang udik meyakini, jika mesum dapat menimbulkan bencana lebih kepada adab dan sopan santun dalam berinteraksi dengan manusia lainnya. Bencana yang dimaksud bukanlah bencana dalam pengerti harfiah, tetapi perbuatan mesum tersebut akan mengakibatkan aib bagi si pelaku dan keluarga. Betapa memalukannya seseorang ketika dia berbuat mesum (bertelanjang dialam terbuka), diketahui oleh keluarga dan orang lain yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan. Dijaman purba saja, manuasia sudah mengerti malu dan harga diri, karena penggunaan bahasa pada saat itu masih sederhana dan untuk menimbulkan rasa jeri untuk berbuat aib, maka disebutlah jika seseorang berbuat aib maka alam akan marah dan kemudian timbul bencana. Tapi bukanlah bencana seperti yang terjadi di Sabah, tetapi bencana berupa tercorengnya harga diri dan rasa malu seluruh keluarga sipelaku.

Terjemahan yang dibuat oleh Tan Sri Joseph Parin Kitingan, menurut saya terlalu naif dan tidak rasional. Entahlah jika ada Pengertian dan pemahaman baru. Karena bagi hampir mayoritas orang pedalaman, tuturan hukuman terhadap perbuatan masih sebutkan dalam bentuk simbol-simbol, sehingga hanya orang-orang tertentu pada masa itu yang mampu menerjemahkannya dan kemudian disampaikan kepada masyarakat untuk bersama-sama mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ini sebenarnya kurang lebih dengan adanya kepercayaan bahwa, orang yang sudah makan dalam kondisi kenyang tidak bolehkan berbaring di depan pintu karena perutnya akan di injak Rusa. Logika kita akan mengatakan, alangkah mudahnya mendapatkan lauk tambahan, habis makan baring saja didepan pintu, nanti akan datang rusa yang akan menginjak perut, sebelum rusa berhasil menginjak perut yang berbaring, saya yakin ada saudara kita yang sudah menyiapkan bedil atau tombak, untuk membedil atau menombak rusa tersebut untuk dijadikan lauk.

Padahal inti dari larangan tersebut, berbaring setelah kenyang tidak baik, dapat mengakibatkan sesak nafas, apalagi berbaring didepan pintu, tentunya akan menghalangi orang lain yang berlalu lalang, karena pada masa dahulu lebih banyak menggunakan pelita atau dian yang kurang terang, kemampuan melihat menjadi rendah dan bisa jadi orang yang belalu lalang akan menginjak perut yang berbaring didepan pintu, jika ini terjadi, bukankan akan berakibat fatal bagi yang berbaring?

Heran, diabad yang sudah modern seperti sekarang, masih saja ada orang yang menterjemahkan simbol-simbol masa lalu secara harfiah, jika benar seperti itu alangkah rendahnya nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran-ajaran yang pernah disampaikan oleh para leluluhur. Idealnya, kita lebih menggunakan logika ketika suatu saat kita bertemu dengan pantangan-pantangan pada sebuah tempat dan para pemuka setempat hendaknya mampu memberikan penjelasan yang rasional agar tidak selalu dianggap sebagai manusia terkebelakang dan mengabaikan nasehat yang sebenarnya sangat baik dalam sebuah pantangan atau larangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun