A. Pengertian dan Landasan Hukum Mudharabah
Mudharabah ini berasal dari kata al-dharb yang berarti secara harfiah (berpergian atau berjalan). Â karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. Â Wahbah az-Zuhaily mengemukakan, mudhdarabah, qiradh, atau muamalah termasuk dalam macam-macam perserikatan. Ia menurut bahasa Irak dinamakan dengan mudharabah dan menurut bahasa Hijaz ia dinamakan dengan qiradh yang diambil dari kata al-qardh, artinya potongan. Karena pemilik harta memotong sebagian hartanya untuk diserahkan kepada pengusaha yang mengelola harta tersebut. Kemudian, pekerja memberi pemilik harta sebagian dari keuntungan yang diperoleh. Penduduk Irak menamakan qiradh itu dengan mudharabah karena masing-masing dari orang yang berakad memperdagangkan modal untuk mendapatkan laba.
Dalam membahas pengertian mudharabah menurut istilah, akan dikemukakan beberapa pendapat oleh para fuqaha, di antaranya :
Menurut Sayid Sabiq mudharabah adalah :
"Aqad yang terjadi antara dua orang, salah seorang memberikan uang kepada yang lain untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan bersama"
Abdurrahman al-Jaziri menjelaskan pendapat para fuqaha tentang mudharabah yakni :
" Menurut para fuqaha : mudharabah adalah aqad antara dua orang yang mengandung unsur salah seorang menyerahkan harta yang dimilikinya kepada orang lain untuk diperdagangkan dengan menyebutkan bagian tertentu dari laba, seperti seperdua, sepertiga, dan sebagainya syarat yang telah ditentukan".
Wahbah az-Zuhaily menjelaskan :
"Mudharabah, yaitu pemilik harta menyerahkan harta kepada pekerja untuk diperdagangkan, sedangkan laba berserikat antara keduanya sesuai dengan perjanjian"
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah suatu akad kerja sama antara pemilik modal (shaibul mal) dengan pengusaha (mudharib) , dimana pemilik modal menyerahkan modal kepada mudharib untuk diproduktifkan. Kemudian, laba yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Para imam mazhab sepakat bahwa mudharabah dibolehkan dalam Islam berdasarkan Al-Quran, hadis, ijma', dan qiyas. Sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, dia telah melakukan kerja sama mudharabah dengan Khadijjah ketika berdagang ke negeri Syam atau Syria.