Mohon tunggu...
Al Johan
Al Johan Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka jalan-jalan

Terus belajar mencatat apa yang bisa dilihat, didengar, dipikirkan dan dirasakan. Phone/WA/Telegram : 081281830467 Email : aljohan@mail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menikmati Hangatnya Suasana Pasar Tradisional di Temanggung

1 Desember 2014   13:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:22 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Termasuk hal yang paling menyenangkan dalam kehidupan masa kecil saya di Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, adalah saat hari pasaran tiba.

Dalam penanggalan Jawa, dikenal 5 nama hari yaitu Wage, Kliwon, Legi, Pahing dan Pon.

Di Ngadirejo, yang terletak sekitar 20 km di sebelah utara kota Temanggung, hari pasaran jatuh pada hari Wage. Sedangkan di Parakan jatuh di hari Legi dan Temanggung jatuh di hari Kliwon.

Pada hari pasaran, keramaian pasar sudah mulai terasa sejak subuh. Ketika hari beranjak siang, suara loud speaker terdengar dari seluruh sudut pasar.

Para pedagang menggunakan berbagai trik untuk menarik pengunjung agar mau mendekati lapak mereka dan tujuan akhirnya tentu saja agar mau membeli dagangan mereka.

Seorang pedagang obat, Pak Nyoto, biasanya menggunakan berbagai mainan boneka yang bisa disetel dengan baterai untuk keperluan tersebut. Cara lain yang digunakan antara lain dengan membawa grup dangdut, ular atau sulapan.

Yang meramaikan pasar di hari Wage tersebut adalah para pedagang keliling dari daerah lain seperti Parakan, Temanggung, Wonosobo dan Magelang.

Mereka berjualan keliling sesuai dengan hari pasar di masing-masing tempat. Mereka menggelar dagangannya di tempat terbuka yang tersedia di lingkungan pasar.

Para calon pembeli yang datang juga tidak hanya dari Ngadirejo, tetapi juga dari kecamatan lain.

Keramaian juga muncul dari dari hiruk pikuk penjual-pembeli yang sedang melakukan tawar-menawar. Mereka umumnya saling mengenal satu sama lain dengan dekat. Saat bertransaksi tersebut mereka bisa saling bercengkerama dan berkisah tentang diri mereka masing-masing.

Pada hari-hari selain Wage, pasar di Ngadirejo hanya diisi oleh para pedagang yang menjual dagangannya di bangunan los peninggalan Belanda. Bangunannya cukup kokoh, berlantai tegel dan beratap seng tebal. Batas antara pedagang satu dengan lainnya disekat dengan tiang dan papan.

Hari pasaran Wage juga sering dijadikan sebagai ajang pertemuan antar saudara dan kenalan dari berbagai daerah.

Bagi anak-anak muda, pasar juga bisa dijadikan sebagai ajang untuk saling melepas rindu. Banyak pasangan yang mendapatkan jodoh di pasar ini.

Bagi anak-anak kecil semacam saya, hari Wage adalah hari untuk melihat berbagai macam atraksi yang ditampilkan para pedagang. Setiap pulang sekolah, kami tak lupa selalu mampir ke pasar.

Sayang suasana keramaian ini berangsur-angsur pudar seiring dengan dirobohkannya bangunan los pasar dan kemudian digantikan dengan bangunan kios permanen. Ini terjadi pada akhir tahun 1990-an.

Dari los berubah menjadi kios

Para pedagang lama yang ingin berdagang di kios harus menebus dengan uang dalam jumlah tertentu jika masih ingin berdagang di pasar. Banyak pedagang yang tak mampu membayar kios akhirnya merelakan tempat jualannya ke pedagang lain yang punya modal lebih.

Dengan berubahnya los menjadi kios ini, suasana pasar tradisonal lama kelamaan menjadi hilang. Barang-barang yang dijual di kios biasanya harganya sudah fix, tidak ada lagi tawar menawar sebagaimana yang terjadi ketika para pedagang berjualan di los yang terbuka dulu.

Dulu, hubungan antara pedagang dan pembeli sangat akrab dan lebih personal. Sambil bertransaksi mereka bisa saling bercerita dan bercanda.

Pada saat seperti itu, “Pasar wus ilang kumandange”, pasar sudah kehilangan keramaian dan kehangatannya. Hubungan yang dulu hangat dan akrab kini hanya menjadi hubungan transaksional, tidak lebih dari itu.

Masih ada suasana pasar tradisional yang tersisa

Untung lah suasana pasar tradisional tidak sepenuhnya hilang di Ngadirejo. Hingga saat ini ada beberapa suasana hangat dan akrab khas pasar tradisional dulu yang masih tersisa di pasar tersebut.

[caption id="attachment_357074" align="aligncenter" width="520" caption="Deretan penjual sayur di depan kios Pasar Ngadirejo"][/caption]

Tempatnya adalah di lapak terbuka yang berada tepat di depan deretan kios pasar Ngadirejo. Setiap hari, dari jam 5 hingga jam 10 pagi, tempat tersebut selalu ramai dengan penjual dan pembeli.

Di tempat ini, kita bisa membeli berbagai hasil pertanian dan kebun khas Temanggung, mulai dari kol, wortel, cabe, buncis, kacang kapri, kacang panjang, selada, kentang, seledri dan buah-buahan. Juga  ayam, tahu, tempe, buah, ikan tongkol, belut, ikan sungai dan lain-lainnya.

[caption id="attachment_357075" align="aligncenter" width="519" caption="Suasana memilih dan menawar dagangan"]

14173624982075879857
14173624982075879857
[/caption]

[caption id="attachment_357076" align="aligncenter" width="520" caption="Pasar, selain sebagai tempat jual beli juga sebagai ajang berinteraksi sosial"]

1417363074609606771
1417363074609606771
[/caption]

Setiap kali pulang ke Temanggung, istri saya selalu minta diantar untuk berbelanja di pasar tersebut. Pasar termasuk salah satu tempat yang wajib dikunjungi.

Dia kelihatannya sangat menikmati suasana pasar. Kebetulan sebagian pedagang adalah tetangga saya, jadi kami sudah saling mengenal. Sambil berbelanja kami bisa saling menyapa.

Barang-barang yang dijual, disamping masih fresh,  harganya juga jauh lebih murah dibanding di Depok, Jawa Barat, tempat tinggal kami saat ini. Belanjaan favoritnya adalah tahu khas Temanggung, ikan tongkol, kacang merah dan beberapa jenis sayuran lain. Barang-barang tersebut sangat sulit dicari di Depok, kalau ada harganya juga cukup mahal.

[caption id="attachment_357077" align="aligncenter" width="520" caption="Penjual bubur di sebrang Pasar Ngadirejo"]

14173632082000277480
14173632082000277480
[/caption]

[caption id="attachment_357078" align="aligncenter" width="520" caption="Seporsi bubur gurih dan hangat, cuma lima ribu rupiah"]

14173635312114355859
14173635312114355859
[/caption]

Kami senang berlama-lama menelusuri setiap sudut pasar. Jika semua barang yang dicari sudah didapat, biasanya kami mengakhirinya dengan duduk-duduk di seberang pasar, sambil makan bubur gurih dengan kuah sayur dan telur yang cukup pedas.

Kalau sudah begitu, rasanya hidup ini menjadi begitu nikmat dan segala keruwetan tiba-tiba menjadi hilang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun