Mohon tunggu...
Ali Yasin
Ali Yasin Mohon Tunggu... profesional -

Peminat perubahan sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mau dibawa kemana Fasilitator PNPM Perdesaan?

8 Oktober 2014   03:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:58 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anda ingat reff satu lagu popular Armada Band?  Reff yang berbunyi “mau dibawa kemana hubungan kitaaa…jika kau terus menunda-nunda dan tak pernah nyatakan cinta,..mau dibawa kemana hubungan kita.. dst”. Jika anda ingat, saya tertarik menjadikan syair ini sebagai tamsil positioning Fasilitator.

Sebagaimana santer diberitakan UU Desa efektif diberlakukan pada tahun 2015. Salah satu keputusan yang dibuat Pemerintah dan DPR adalah mengalihkan dana BLM PNPM Mandiri Perdesaan ke dana Desa. Dana sebesar Rp.9,1 trilyun tersebut sebelumnya dimanfaatkan sekitar 5300 kecamatan. Di tiap kecamatan itulah paling tidak terdapat dua orang Fasilitator.

Pertama Fasilitator pemberdayaan. Kedua fasilitator Teknik. Dengan prasyarat minimal sarjana dengan pengalaman minimal 2-3 tahun, maka posisi mereka bukanlah biasa. Paling tidak, mereka adalah tenaga terampil dalam mengawal tahapan. Mulai dari pengggalian gagasan, musyawarah dusun, desa hingga antar desa.

Di dusun/desa Fasilitator harus mampu memastikan aspirasi dan partisipasi warga miskin tercover dalam RPJM dan RKPDesa. Dengan prinsip bottom up, Fasilitator harus pula bisa menjamin bahwa yang dimaksud prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat itu tercermin dalam banyaknya warga miskin dan kaum perempuan terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian.

Karenanya Fasilitator kecamatan dituntut menguasai geografi lokasi dampingan. Sudah tentu termasuk psikologi sosial. Bagaimana perilaku individu, kelompok hingga ke budaya, agama dan aspek lainnya. Hal ini menyangkut pengetahuan bagaimana agar masyarakat miskin teradvokasi kebutuhannya. Tak hanya harapan di bidang pertanian dengan usulan irigasi, dam, atau jembatan, tetapi juga di bidang pendidikan dengan penyediaan madrasah, sekolah, PAUD.

Termasuk pula harapan di bidang peningkatan derajat kesehatan dengan penyediaan posyandu atau poskesdes. Yang pasti fasilitator hanyalah sebagai trigger (pemicu) munculnya gagasan inovatif masyarakat dalam rangka penyelesaian masalah yang prioritas di kehidupan sehari-harinya. Maka kekuatan fasilitator adalah pengetahuan wilayah dampingan yang sedemikian dekat.

Dengan metode inilah di sebagian besar lokasi PNPM Mandiri Perdesaan, spirit masyarakat terdorong kuat. Salah satunya spirit gotong royong yang muncul sebagai prakarsa keharusan swadaya. Hampir bisa dipastikan bahwa di sebagian besar kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan selalu diwarnai praktek gotong royong.

Fasilitasi mereka juga terhadap individu yang terpilih dalam kelembagaan. Contoh TPK (tim pengelola Kegiatan), KMPD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa), UPK (Unit Pengelola Kegiatan), BKAD (Badan Kerjasama Antar Desa), Badan Pemeriksa UPK, PJOK atau Tim Verifikasi. Selain itu, mereka juga harus memastikan penerima dana perguliran tepat sasaran.

Karenanya mereka juga harus menguasai ilmu microfinance, pembinaan usaha, pengembangan jaringan hingga ke penyehatan pinjaman dana bergulir. Bahkan fasilitator harus memastikan tidak adanya korupsi atau penyalahgunaan. Diantaranya melalui validasi kelompok dan rekening, pemeriksaan pembukuan yang ketat, laporan bulanan dan metode lain.

Apabila korupsi tetap terjadi sebagai bagian dari banyaknya modus pelaku, maka fasilitator harus pasang badan untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Di kecamatan Caringin Sukabumi misalnya, Fasilitator harus mengajukan pindah ke lokasi lain karena ancaman nyawa terhadapnya. Hal ini dipicu oleh tindakannnya yang berhasil membongkar korupsi pengurus UPK yang mencapai ratusan juta rupiah.

Demikian pula yang terjadi di Kecamatan Setu, Kab. Bekasi serta tempat lainnya. Yang pasti penanganan masalah menjadi babak menegangkan karena menyangkut keselamatan nyawa. Tapi, faktanya tak sedikit Fasilitator yang berhasil menghadapi tantangan itu semua.

Bagi fasilitator teknik, dengan ketrampilannya harus bisa memastikan bahwa kegiatan yang diusulkan tidak masuk daftar yang terlarang. Kedua harus sesuai kaidah teknis melalui kajian safeguard. Seorang Fasilitator teknik juga dituntut mampu menjamin pelaksanaan kegiatan fisik yang berkualitas. Termasuk juga paska MDST (Musyawarah desa serah terima), maka harus terpelihara dengan baik.

Fasilitator teknik juga harus mampu mendidik kader teknik di setiap desa. Hal ini sebagai bagian dari pemberdayaan dengan harapan agar tugas fasilitasi kelak bisa dijalankan secara mandiri oleh warga setempat. Berdasar data, di setiap desa dipastikan selalu ada kader teknik dengan ketrampilan yang bisa dikatakan cukup memadai.

Pun demikian, tetap membutuhkan dampingan intensif. Sebab, mereka belum tersertifikasi layaknya tenaga professional. Bagaimanapun usulan kegiatan masyarakat cukup variatif. Walau hanya usulan jembatan, tetapi jenisnya bisa beragam. Ada jembatan baja, kayu, beton dan lain sebagianya. Artinya tetap butuh peningkatan ketrampilan.

Nah, kini dengan akan diberlakukannya UU Desa gambaran negatifnya Fasilitator yang sebelumnya bekerja di tingkat kecamatan akan dihapus. Logika ini diambil dari pengalihan BLM yang sebelumnya berbasis kecamatan beralih ke tingkat desa menjadi dana desa.

Apabila kehendaknya memang demikian, maka Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan di 5300 kecamatan akan menganggur. Sebab babaknya sudah beralih ke desa, bukan lagi kecamatan. Disinilah dibutuhkan nalar kritis bagi pemerintahan Jokowi-JK. Untuk menghindari keterputusan sejarah, sebaiknya Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan tetap difungsikan sebagai pendamping dana desa.

Pertimbangannya, sebagaimana yang dinarasikan diatas, Fasilitator kecamatan pada umumnya sudah terlatih baik secara administrasi, fasilitasi hingga ke advokasi. Mereka bisa dikategorikan tenaga siap pakai. Tentu dengan seleksi dan penataan ulang. Apabila pemerintahan Jokowi-JK mau memperhatikan hal ini maka jalannya UU Desa bisa lebih efektif.

Memang bukan jaminan pasti, tetapi yang perlu didahulukan evaluasinya adalah kesiapan tenaga yang ada di pemerintahan desa saat ini. Yang saya saksikan berulang-ulang, masih banyak pemerintah desa yang kinerjanya belum memadai. Jam 12 siang kantor sudah tutup, dokumen laporan kurang tertata, manajemen kepempimpinan didominasi Kades dan persoalan pelik lainnya.

Maka penting bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk mengevaluasi kondisi existing, baik menyangkut kinerja pemerintahan desa ataupun relevansi mengggunakan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesana sebagai pendamping dana Desa. Tentunya dengan target bahwa kelak desa bisa mandiri dengan dirinya sendiri.

Ditengah hirup pikuk perebutan kursi baik di DPR, MPR ataupun setelah adalah jabatan menteri, semoga tidak menjadikan pemerintahan Jokowi-JK lupa bahwa sejarah adalah dialog antara masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Yang ada saat ini jika baik harus diteruskan, jika buruk harus diganti untuk diperbaiki.

Semoga tidak ada keterputusan sejarah bagi Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan. Bagiamanapun dari segi rasa tidak adil karena hanya BLM PNPM Mandiri Perdesaan yang dialihkan sedangkan program lain yang menyasar ke desa tidak. Karenanya harus pula diletakan sikap adil agar mereka tidak dibuang begitu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun