Mohon tunggu...
Aliva Gabrielle
Aliva Gabrielle Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Kristen Satya Wacana -

berani berbuat, berani bertanggung jawab.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernikahan Beda Agama?

29 November 2017   15:49 Diperbarui: 29 November 2017   15:56 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertama-tama saya ingin mengucapkan bahwa jangan diambil hati tentang apa yang ada ditulisan saya ini, saya hanya menyampaikan pendapat saya menurut pengalaman saya pribadi tanpa ada sindiran kepada siapapun yang mengalami hal yang sama. Saya dilahirkan oleh seorang wanita muslim yang sangat tangguh, dan saya adalah seorang muslim. Saya juga sama seperti manusia pada umumnya, dan bukan juga orang yang dikategorikan Alim. 

Istilahnya yaa nakal enggak tapi alim-alim banget juga enggak hehe. Ayah biologis saya dari Amerika Latin dan saya juga tidak tahu persis agama yang dianut oleh ayah biologis saya, namun yang saya tahu ia merayakan natal. Bertahun-tahun lalu ibu saya menikah dengan ayah saya yang sekarang ini yang merupakan seorang nasrani. Saya dekat dengan ayah saya, dan saya sudah menganggap dirinya sebagai ayah kandung saya. Saya mempunyai seorang adik laki-laki yang masih berusia 5 tahun saat ini. 

Ibu saya menikah dengan ayah saya yang sekarang saat saya masih duduk di sekolah dasar. Alasan ibu saya menikah dengan ayah saya adalah karena saya yang lengket dengan seseorang yang sekarang menjadi ayah saya saat ini, dan ibu saya merasa bahwa saya butuh juga bimbingan dari seorang ayah.

Walaupun ibu saya dan ayah saya berbeda keyakinan, saya tidak masalah dengan hal tersebut. Namun, semakin dewasa saya sekarang ini saya berpikir bahwa menikah sebaik-baiknya dengan orang yang seiman. Mengapa saya mengatakan hal ini, padahal ibu dan ayah saya berbeda keyakinan? Karena saya sudah merasakan keluarga "Pancasila" ini selama bertahun-tahun hingga usia saya kurang lebih seminggu lagi genap 20 tahun dan saya memiliki adik kecil dari ayah saya yang sekarang ini. 

Pernikahan berbeda agama menurut saya itu adalah salah satu contoh keegoisan dari para orang tua. Mengapa bisa? Itu karena para orang tua tidak memikirkan kebingungan anaknya kelak ketika ia dihadapkan dengan dua keyakinan yang berbeda antara kedua orang tuanya. Orang tua tidak memikirkan kelak ketika anaknya sudah mulai paham dengan apa itu agama, keyakinan, dan sudah mulai dewasa anak akan bingung dalam mencari sejatinya ia ikut jalur yang mana. Akan banyak timbul konflik batin yang jelas antara anak dan orang tuanya.

Lalu konflik batin tak hanya dirasakan oleh anaknya saja, tetapi juga orang tuanya. Menurut saya keyakinan adalah suatu hal yang sangat sensitif dalam batin kita. Sebagai orang tua pasti mereka ingin jalan yang terbaik bagi anaknya. Ketika orang tuanya berbeda keyakinan, dan anak sudah memilih jalan mana yang akan ia pilih pasti akan ada rasa sedih atau perasaan yang harus dengan sangat berat diikhlaskan untuk merelakan anaknya memilih pada jalan yang mana. Konflik batin tidak hanya dialami oleh anak, namun orang tuanya juga.

Tantangan yang dihadapi oleh anak juga lebih banyak. Ketika keluarga besar tidak mendukung keputusan anak tersebut dalam memilih jalannya, hal itu dapat melukai batin anak. Tidak sedikit zaman sekarang yang suka membahas tentang hal sensitif mengenai agama dan membandingkan lal akhirnya sama saja mereka mengata-ngatai yang tidak seharusnya. Yang seharusnya mereka memberi semacam dukungan dan menunjukkan jalan yang benar tapi malah membuat sudut pandang suatu keyakinan ini menjadi lebih buruk. Tak hanya keluarga, namun juga orang-orang disekitarnya akan banyak yang memberikan tanggapan negatif, walaupun ada pula tanggapan yang positif.

Saya berpikiran untuk berpendapat dalam tulisan ini karena seorang teman saya akan menikah, dengan orang yang berbeda keyakinan dengan teman saya. Saya prihatin dengan keputusannya, karena saya sudah mengalami perbedaan yang ada dalam keluarga kecil saya. Dan saya bukan prihatin atas perlakuan keluarganya nanti, tetapi pada anaknya kelak. Bukannya saya tidak menyukai pernikahan berbeda agama, toh ayah dan ibu saya berbeda agama. Saya hanya mengkhawatirkan bila mereka memiliki anak kelak, dan batinnya yang mungkin akan mengalami konflik seiring berjalannya waktu. Sekali lagi saya tidak berniat untuk menjelek-jelekkan pasangan berbeda agama, hanya saja lebih baik memilih pasangan yang seiman.

tertanda

Gaby

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun