Mohon tunggu...
Ali Rofik
Ali Rofik Mohon Tunggu... Pendidik

Guru Muda asal Malang yang masih sukar untuk menentukan value dari Masa Depan. Hanya bermodalkan nekat dan bersyukur saya bisa membuat jalan ninja saya ini lebih Good Enjoy banget

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gratifikasi Guru: Menjaga Tradisi Adab atau Merangkap Hukum Kesewenangan?

12 Mei 2025   00:33 Diperbarui: 12 Mei 2025   00:33 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Guru Melarang Murid menerima Hadiah karena larangan Pemerintah/Ghibli AI)

Beberapa kasus viral menunjukkan guru-guru yang dilaporkan atau diperiksa karena menerima hadiah dari orang tua murid---bahkan untuk hal-hal yang dianggap sepele, seperti bingkisan makanan atau cenderamata sederhana. Fenomena ini memicu perdebatan nasional: apakah tindakan tersebut merupakan bentuk apresiasi atau pelanggaran hukum?

Banyak orang tua merasa wajar---bahkan wajib---memberikan sesuatu sebagai ungkapan terima kasih kepada guru yang telah mendidik anak-anak mereka. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, setiap pemberian kepada penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang dilarang.

Dalam hal ini, guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk dalam cakupan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan kegaduhan publik saat hadiah-hadiah kecil mulai dianggap sebagai potensi pelanggaran. Dilansir pada 02 Mei 2025 tepat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional KPK menyerukan pemberian hadiah kepada guru termasuk Sebagian dari Gratifikasi.

Menjaga Keseimbangan: Integritas dan Kearifan Sosial

Permasalahan utama dalam isu ini terletak pada niat dan konteks. Di sinilah garis abu-abu antara apresiasi dan gratifikasi menjadi kabur. Banyak guru bahkan merasa tertekan dan takut menerima hadiah dari murid atau orang tua, khawatir akan dilaporkan atau terkena sanksi administratif, bahkan pidana.

Polemik ini memperlihatkan bahwa masyarakat membutuhkan pedoman yang lebih jelas, manusiawi, dan kontekstual. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya telah mengeluarkan pedoman mengenai gratifikasi, termasuk pengecualian untuk pemberian yang bernilai kecil, tidak berulang, dan tidak terkait dengan kewenangan pejabat.

Di sisi lain, guru juga perlu mendapatkan edukasi tentang bagaimana bersikap ketika menerima pemberian, agar tetap menjaga integritas profesional tanpa menyakiti perasaan orang tua murid. Isu ini mengingatkan kita pada pentingnya menjaga keseimbangan antara integritas hukum dan nilai-nilai sosial.

Tidak semua hadiah adalah gratifikasi, dan tidak semua gratifikasi adalah suap. Misalnya, membolehkan bentuk-bentuk apresiasi tertentu yang bersifat simbolis, bernilai kecil, dan tidak berkaitan langsung dengan penilaian atau keputusan administratif.

Jangan Biarkan Niat Baik Menjadi Bumerang

Apresiasi terhadap guru harus tetap hidup, namun dengan cara yang bijak dan sesuai koridor hukum. Jangan biarkan semangat anti-korupsi berubah menjadi ketakutan berlebihan yang justru mengikis hubungan harmonis antara guru, murid, dan orang tua. Saatnya menciptakan keseimbangan yang adil, agar niat baik tidak menjadi bumerang, dan para guru tetap bisa mengajar dengan tenang serta bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun