Dalam realita dunia kependidikan, setiap sekolah memiliki aturan-aturan yang berlaku serta kewajiban yang dimiliki khususnya terhadap siswa. Ada suatu pertanyaan yang sering datang menghantui pikiran dan mencari solusi sebagai penangkalnya. Bahwa pernah gak, Bapak Ibu merasa telah membuat aturan baik personalia atau aturan sekolah tetapi masih dilanggar juga?
Saya bercerita sebagai guru, bahwa saya mengambil contoh siswa yang suka membuang sampah sembarangan. Tempat sampah sudah tersedia, sapu, cikrak dan lainnya sudah tersedia. Tapi murid tetap buang sampah sembarangan. Lantas siapakah yang salah?
Dan yang paling lucunya, siswa ketika diawasi patuh. Tapi ketika guru lengah dikit, suasana langsung mberot atau tidak kondusif. Dari sini kita sadar, bahwa selama ini saya sebagai guru apakah hanya membentuk keta'atan semu?
Tanpa disadari, kita hanya fokus pada hukuman dan imbalan. Padahal yang kita butuhkan adalah kesadaran dari dalam diri murid. Dan intinya bukan di Kekuasaan atau merasa paling dihormati dan harus disegani. Tetapi cara membangun "Relasi". Kenapa harus relasi? Ini solusi, mau dipakai atau tidak itu hak masing-masing. Jadi untuk membawa marwah aturan yang dibuat, kita tidak perlu muluk-muluk untuk menambah aturan. Tapi lebih dalam membangun hubungan.
Mengutip Tulisan Surat Kabar Guru Belajar edisi 47, Karya Bukik Setiawan. Ada beberapa ketentuan untuk guru agar aturan yang dibuat bisa dilaksanakan dengan baik oleh siswa.
1. Mulai dari Empati
Tanya kabar mereka. Dengarkan segala cerita yang dialami oleh siswa. Perhatikan sikap dan perubahan kecil yang positif. Dengan melahirkan empati maka kepercayaan murid akan terbuka dengan sendirinya.
2. Membangun Relasi
Berkenalan secara mendalam. Temukan kesamaan dan perbedaan. Membangun kesepakatan bersama. Relasi seperti ini yang akan membawa kekuatan dalam menciptakan rasa aman untuk belajar.
3. Orientasi pada anak