Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Andai Ibu Negara Ingin Jadi Kepala Negara

22 Mei 2012   18:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:57 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Presiden teh boleh dipilih berapa kali, Don?” tanya Ki Arjun pada Mang Odon yang sedang sama-sama mancing di Cimuntur. Sekarang di Cimuntur memang lagi banyak yang mancing lagi, gara-gara kolam ikan punya Haji Ewon yang ada di pinggir sungai jebol dan ikannya kabur ke Cimuntur. Di pinggiran situ aja banyak yang mancing, selain Mang Odon, ada mang Jupri, Sanip, Komar, dan juga si Kabayan. Cuma si Kabayan nggak ikutan mancing, dari tadi cuma nonton saja. Mang Odon yang ditanya melirik, “Apa hubungannya mancing sama presiden Ki, ada-ada aja...” Mang Odon malah balik tanya.

“Ya nggak ada, nanya aja, memangnya nggak boleh. Mancing sambil bengong saja kan gawat, apalagi di pinggir sungai begini, bisa-bisa mlah kasambet (kemasukan setan). Jadi kan mendingan ngobrol...” kata Ki Arjun lagi. “Ya menurut aturan sekarang mah cuma boleh dua kali...” Mang Odon menjawab pertanyaan Ki Arjun yang tadi. “Ooh, alhamdulillah, atuh, yang sekarang kan sudah dua kali, berarti nggak boleh lagi kan?” tanya Ki Arjun lagi. Mang Odon melirik lagi, “Iya, memangnya kenapa, nggak suka sama presiden yang sekarang?” tanyanya.

“Ah enggak, bukan soal suka nggak suka, bosen saja, nggak ada pergerakannya. Sugan we (siapa tau) kalo ganti mah, gantinya lebih gesit. Kalau ibarat ikan mah, presiden yang sekarang ini ikan mas, gede, enak dilihat, tapi nggak banyak pergerakan, jadinya nggak asik dipancing. Mendingan mancing lele atau bogo (gabus), nggak enak dilihat, tapi asyik dipancing!” kata Ki Arjun.

Mang Sanip yang ada di dekat situ tertawa, “Hah si Aki mah, masak presiden disamakan dengan ikan pancingan. Lagian perumpamaannya nggak nyambung, ikan mas kan biar nggak banyak pergerakan disukai orang, enak dilihat enak digoreng, makanya banyak dipiara orang...” katanya.

“Namanya juga perumpamaan, salah dikit mah wajar saja atuh...” kata Ki Arjun lagi. “Tapi intinya mah, saya lebih suka presiden yang dinamis, gesit, terus kalau ada masalah dia yang paling dulu maju. Jadi, mudah-mudahan we gantinya nanti lebih gesit...” tambahnya.

“Kalau penggantinya itu istrinya, gimana Ki?” tanya Komar. Komar memang paling suka menggoda Ki Arjun yang asbun dan sok pinter, tapi justru enak dibuat olok-olokan. Ki Arjun nyureng, “Lah masak yang ganti istrinya! Kalau begitu mah sama saja atuh, nanti yang nyuruh-nyuruh suaminya juga, kan istri harus nurut sama suami...” kata Ki Arjun, “Memang istrinya nyalon jadi presiden?” tanyanya.

“Ya denger-denger begitu, banyak yang nyalonin dia, terutama kader partai suaminya...” kata Komar. Ki Arjun garuk-garuk kepala, “Kumaha (bagaimana) pikirannya yang nyalonin itu. Memangnya nggak ada calon lain apa?” tanyanya sewot.

“Memangnya kenapa kalau dia dicalonkan, apa karena dia perempuan?” tanya Komar lagi. “Ini mah bukan soal perempuan atau bukan, tapi soal kemampuan!” kata Ki Arjun, gayanya sudah kayak pengamat politik saja. “Justru kalau dia dicalonkan dengan cara seperti itu, itu penghinaan terhadap perempuan. Berarti kan dia nggak dilihat sebagai orang yang hebat, suaminya yang hebat, dan dia dijadikan serep hanya karena suaminya nggak bisa nyalon lagi. Kalau saya perempuan dan jadi dia, saya mah pasti tersinggung, nggak mau saya dicalonin dengan model begitu. Kalau mau nyalonin saya, liat kemampuan saya, jangan liat kemampuan suami saya!” kata Ki Arjun dengan berapi-api.

Komar tertawa terbahak-bahak, “Nggak kebayang kalau Ki Arjun jadi perempuan, eta kumis mau dikemanain?” katanya. Ki Arjun manyun, “Jangan dibayangin pisiknya atuh, bayangin sikap saya yang independen, perempuan yang punya kekuatan mental, kepribadian kuat, tidak berada di bawah bayang-bayang suami. Begitu tah kalau jadi perempuan!”

“Kalau yang dicalonin itu perempuan anaknya mantan presiden atau cucunya mantan presiden, Aki mau milih?” kali ini Mang Sanip yang nanya. “Kalau bener-bener mampu dan keliatan kemampuannya mah, kenapa enggak. Cuma jangan pilih atau dicalonkan gara-gara dia anaknya si anu, cucunya si anu, atau istrinya si anu, memangnya ini jaman karajaan?” Ki Arjun balik nanya, wajahnya serius banget. Lebih serius lagi karena dari tadi pancingannya nggak ada yang nyamber, padahal sudah berkali-kali dia melemparkan pancing dan ganti-ganti umpan. Beda dengan teman-temannya yang sudah mengangkat ikan satu demi satu.

“Contoh tuh si Isah, cucu sayah...” kata Ki Arjun lagi, “Waktu dia nyalon ketua kelas, dia nggak bawa-bawa nama bapaknya atau nama sayah kakeknya. Buktinya dia berhasil jadi ketua kelas!” tambahnya. Komar cekikikan, Mang Odon juga cengar-cengir. “Memangnya Si Isah punya turunan ketua kelas dari bapaknya atau kakeknya?” tanya Mang Sanip sambil menahan tawa. “Ya enggak, tapi kan berarti dia mandiri, terpilih karena kemampuannya!” kata Ki Arjun bangga.

“Jadi besok pemilihan presiden mau milih yang gimana atuh Ki?” tanya Kabayan yang akhirnya ikutan nimbrung. “Ah saya mah yang penting presidennya kayak ikan lele atau bogo, lincah, gesit, nggak cuma jual tampang kayak ikan mas. Terserah, mau perempuan mau laki-laki!” jawab Ki Arjun dengan pasti. “Kalau kamu mau pilih yang gimana Yan?”

“Aaah sayah mah nonton aja Ki, kayak sekarang, lebih seru. Ada calon yang ngomong terus, lempar pancing berkali-kali, gonta-ganti umpan, tapi nggak dapet ikan. Ada yang diam-diam, irit umpan tapi banyak narik ikan. Ada yang selalu nyerobot tempat temannya gara-gara dapat ikan banyak di situ. Tapi yang menang akhirnya kucing garong, nggak ikutan mancing tapi menikmati hasilnya, kayak sekarang. Tuh liat aja!” Jawab Kabayan nunjuk ke belakang para pemancing. Di situ, seekor kucing dengan lahap menikmati ikan hasil pancingan Komar dan kawan-kawan...

Jogja, 23 Mei 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun