Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Menampung Curhat, Memulung Kisah, Merangkai Cerita

28 Mei 2021   08:03 Diperbarui: 29 Mei 2021   01:00 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya, saya bukanlah pendengar yang baik kalau ada kawan yang bercerita tentang permasalahannya, alias curhat. Bukan karena tak mau mendengarkan, tapi kadang risih kalau yang diceritakannya sudah masuk dalam hal-hal yang sangat pribadi dan dalam.

Selain itu, saya sendiri bukan orang yang bebas masalah, jadi kalau ada yang ngomong masalah, masalah saya juga sebetulnya tak kalah banyaknya. Pun, saya bukanlah konsultan atau psikolog yang mampu memberi jalan keluar bagi masalah yang dihadapi kawan itu. 

Lah, masalah saya sendiri juga seringkali mentok, tak tahu harus bagaimana menyelesaikannya. Tapi tetap saja banyak yang bercerita. 

Kebiasaan yang seingat saya sudah dimulai sejak zaman SMA dulu. Dari teman yang stres karena tuntutan tinggi orangtuanya agar bisa kuliah di perguruan tinggi negeri --padahal dia merasa tak mampu dan tak terlalu minat kuliah; teman yang pusing dengan dua keluarga barunya (orangtuanya berpisah kemudian sama-sama menikah lagi dengan membawa saudara tiri di kiri dan kanan), hingga urusan-urusan asmara.

Bukan hanya sesama cowok, ternyata teman-teman cewek saya juga begitu; menjadikan saya sebagai pelabuhan ceritanya. Dan ini yang menarik. Entah karena saya cowok, mendengarkan cerita teman-teman cewek itu kok rasanya lebih seru ya. 

Hal yang saya (dan cowok-cowok lain umumnya) menganggapnya kecil, ternyata jadi urusan besar dalam hidup cewek. Dan sebaliknya, yang dianggap serius sama cowok, ternyata malah kadang tak dipikirkan atau tak jadi masalah buat kaum hawa.

Sejak jadi mahasiswa, reputasi sebagai 'pendengar curhat yang baik' di kalangan teman-teman cewek saya terus meningkat. Entah kenapa. Gara-gara itu, saya sering diajak jalan atau sekadar bertemu untuk diajak curhat.

Waktu itu sih, namanya juga mahasiswa, kurang kerjaan, diajak kayak gitu ya asyik-asyik aja. Apalagi segala urusan jalan dan ngobrol itu (makan, minum, ongkos, tiket, dan sebagainya) bukan jadi urusan saya. Tinggal ikut, makan-minum, dan dengarkan, plus komentar dikit-dikit, bila perlu ngasih saran kalau diminta.

Celakanya, banyak juga cewek-cewek yang saya 'incar' ikutan curhat. Buntutnya sering 'ilfeel' kalau ternyata dia cerita tentang cowok yang disukainya, apalagi kalau cerita soal masalah berat yang dihadapinya. 

Bayangkan saja kalau saya 'jadi' sama dia, sudah punya masalah bawaan, harus pula ditambah dengan masalahnya dia! Ya sudah, kalau kata lagunya Kahitna, seringkali jadinya 'Batal Suka' alias mundur teratur dan jadi pendengar curhatannya saja.

Belakangan, saya mulai mengetahui kenapa saya sering dijadikan teman curhat itu, terutama bagi kalangan cewek. Katanya, selain saya dianggap --catat, mereka yang menganggap ya, bukan saya yang merasa---sebagai pendengar yang baik dan sering memberi saran yang bermanfaat, meski tak langsung menyelesaikan masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun