Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tak Usah Memprotes Sinetron Ramadan

29 April 2021   06:07 Diperbarui: 29 April 2021   06:14 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: detik.com

Habis sahur, seperti biasa, di pos ronda Cibangkonol ramai warga yang berkumpul untuk menonton televisi. Sebagian karena di rumahnya tak punya, sebagian lagi karena merasa nonton sambil kumpul-kumpul lebih mengasyikan.

"Bosen ya sinetron th, bolak-balik terus ceritanya, nggak jelas lagi ujung-pangkalnya..." kata Mang Diding, mengomentari sinetron yang diputer setiap jam sahur itu.

"Iya. Kalau yang dulu-dulu mah masih ditungguin, habis ini gimana, si itu dengan si ini gimana, terus mau apa. Kalau ketinggalan rasanya rugi..." timpal Mang Suhro. "Kalau yang sekarang mah, nonton sukur, ketinggalan juga nggak apa-apa...."

"Perlu penyegaran tuh, sudah terlalu lama. Idenya sudah habis kali. Terlalu dipaksakan..." Mang Edon ikut nimbung. "Sama saja dengan yang dulu, yang cerita tukang bubur naik haji itu. Tukang buburnya sudah balik haji pun, bahkan di ceritanya sudah meninggal, masih aja diterusin. Ada juga yang baru, judulnya sih bawa-bawa bismillah, tapi nggak ada bedanya dengan sinetron mata melotot lainnya..."

"Tapi yang ini mah judulnya kan cocok, nyari Tuhan. Yang namanya nyari Tuhan kan lama, susah ketemunya..." kata Mang Suhro lagi. "Cuma ya itu, menurut saya mah sudah melebar kemana-mana. Terlalu banyak tokoh baru yang dijejalkan dan konflik yang ditambah-tambahi, tapi gitu-gitu aja, cinta segitiga lah, tak berbalas lah..."

"Sama saja, yang satunya lagi juga begitu. Katanya premannya sudah pensiun, bahkan tokoh utamanya juga sudah pensiun di dunia beneran. Tapi juga begitu, dipanjang-panjangin..." kata Mang Diding lagi.

"Terus kenapa masih pada nonton?" tanya si Kabayan yang ada di situ, tapi nggak ikut manteng siaran televisi, cuma rebahan doang.

"Habis nggak ada lagi hiburannya. Tipi yang lain masih belum bosen bikin acara lawak nggak jelas yang ngetawain kelakuan mereka sendiri, sementara kita bingung mau ngetawain apa!" kata Mang Edon. "Dulu sinetron-sinetron ini yang jadi pembeda. Tapi sekarang ya gitu juga. Mana adegannya sudah dimasuki iklan juga lah, bikin sebel!"

"Nah itu juga, iklannya maksa pisan..." imbuh Mang Suhro. "Di jalan kampung ada baliho gede lah, tiba-tiba masak mi lah, tamu disuguhi biskuit lah. Lima menit habis buat adegan iklan..."

"Dari dulu juga banyak, cuma sekarang memang makin keterlaluan beriklannya, pulgar..." Mang Diding menimpali.

"Terus maunya apa, nonton acara yang nggak ada iklannya? Tipi-er-i juga ada iklannya sekarang!" sela si Kabayan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun