Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hikmah Ramadan Tahun Lalu dan Sekarang untuk Para Suami

14 April 2021   05:33 Diperbarui: 14 April 2021   05:36 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Antara Foto via nasional.kompas.com

Pulang tarawih, Kabayan didekati Mang Odon tetangganya. "Kamu Yan? Pangling euy, lebih ganteng kalau kamu pake masker begitu, apalagi kalau pake masker pul pes (full face)!"

Kabayan nyengir, tapi nggak kelihatan sama Mang Odon. "Mana ada masker pul pes, nggak keliatan atuh Mang..."

"Ya ada lah, coba kamu pake kerudung terus pake masker yang model cadar. Itu namanya masker pul pes..." imbuh Mang Odon sambil berjalan bersisian dengan Kabayan, tapi jaga jarak. Soal jaga jarak, sebetulnya sudah dari dulu, sebelum pandemi pun sudah begitu, soalnya sarung si Kabayan itu rada-rada bau tengik, soalnya kemana-mana sarung itu tak pernah lepas, dipake dari tidur, makan, kerja di kebon (kalau kerja), dan hanya dilepas saat mandi (kalau mandi), sampai tidur lagi dan seterusnya.

"Nggak bisa juga lah Mang, cadar itu kalaupun dipake perempuan, juga bahannya tipis. Yang make masih bisa melihat keluar, meski orang lain nggak bisa liat dia. Itu masih nggak boleh. Katanya masih bisa tembus. Masker saja kan harus yang tebal..." kata si Kabayan. "Lagian masak iya saya jadi lebih ganteng, jangan menghina lah Mang..."

"Eeeh beneran Yan..." kata Mang Odon. "Coba kamu pake helm pul pes kayak Palentino Rosi, pasti kamu juga mirip dia. Apalagi kalau lengkap dengan baju balapnya..."

Nyi Iteung yang berjalan pulang bersama dengan Bi Icih istrinya Mang Odon di belakang mereka menimpali, "Iya, pakaian sama helmnya mirip, tapi kalo Kang Kabayan yang pake tetep aja nggak mirip. Pelentino Rosi kan tinggi. Masak iya lengan dan celana baju balapnya harus dilipat ujungnya! Belum lagi perutnya, masak iya Palentino Rosi perutnya melendung!"

Mang Odon tertawa. "Tapi lumayan lah ya, sudah bisa tarawih lagi, meski harus jaga jarak dan ceramahnya tadi lebih singkat!"

"Iya Mang, lumayan. Tahun lalu nggak bisa tarawih berjamaah di masjid sama sekali," Nyi Iteung menimpali lagi. "Tahun kemarin malah dijadiin alesan sama Kang Kabayan buat nggak tarawih sama sekali. Katanya nggak enak kalau tarawih sendirian. Diajak berjamaah berdua, alesannya nggak hapal surat banyak, bolak-balik kulhu-annas terus!"

"Berarti lebih baik kan?" tanya Mang Odon lagi.

"Iya lebih baik lah Mang, paling tidak tahun ini sudah tercatat ikut tarawih meski baru sekali. Nggak tau, besok-besok, masih mau tarawih lagi atau enggak!" jawab Nyi Iteung lagi.

Kabayan rada-rada jengkel karena istrinya terus nimbrung dan membuka kedoknya. "Tapi kalau menurut saya mah lebih baik tahun kemarin waktu tarawih dan solat idul fitri dilarang dulu...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun