Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (115) Kritik untuk Nikolai Mikhailovsky

27 Maret 2021   12:03 Diperbarui: 28 Maret 2021   05:11 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episode Awal Vol. III: (101) Digantung Status

Episode Sebelumnya: (114) Zakaria Chichinadze

*****

Buku yang tak menarik dari sisi tampilan cetakan, bahkan juga judulnya itu disembunyikannya di dalam pakaian seragamnya. Soso bergegas kembali ke Sarang Setan dengan menumpang sebuah kereta. Ia tak mau mengambil risiko dengan berjalan kaki.

Sungguh, ia sama sekali tak tahu apa isi buku itu. Punya bayanganpun tidak. Tapi penulisnya selalu disebut-sebut. Soso bahkan mendapatkan kesan, orang itu seperti 'ditakuti' oleh Tsar dan dikagumi oleh yang lainnya. Apakah iya di seantero Kekaisaran Rusia itu ada orang yang bisa setara dengan Tsar?

Tulisan-tulisannya juga seolah lebih berbahaya dari Hugo atau Marx, sehingga begitu sulit didapatkan. Sampai-sampai, Tuan Zakaria bisa mengatakan, buku yang ia bawa itu satu-satunya di Tiflis. Atau jangan-jangan juga di seantero Georgia dan Kaukasus. Lelaki ramah itu bahkan mengaku mendapatkannya jauh, dari Rostov-O-Don.

Sayangnya, hari itu, ia tak punya lagi waktu untuk membacanya. Waktu istirahatnya keburu habis. Tak mungkin pula ia membawanya ke asrama. Terlalu berbahaya. Buku lain juga sama, tapi yang ini, kalau sampai disita bahkan dibakar seperti yang dulu-dulu, selesai sudah. Ia pasti akan sangat merasa berdosa pada Tuan Zakaria yang sudah berbaik hati meminjamkannya disertai kepercayaan yang tinggi. Kepercayaannya itu yang jauh lebih mahal. Ia tak ingin menodainya.

Di Sarang Setan, Soso menyimpan buku itu dengan baik. Tak asal taruh, tak digeletakkan sembarangan sehingga anak-anak lain bisa melihat atau membacanya lalu abai menaruhnya. Mereka tak tahu istimewanya buku itu. Jadi Soso terpaksa harus menyembunyikannya dulu.

*****

Setelah kesempatan untuk membacanya tiba. Ia membaca buku tipis itu di lantai dua Sarang Setan agar tak terganggu anak-anak lain. Soso bahkan meminta anak-anak lain tak naik ke lantai atas untuk urusan apapun.

Ia pun mulai membacanya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun