Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

All England yang Sudah Lama Tidak "All" England

19 Maret 2021   12:46 Diperbarui: 19 Maret 2021   16:51 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari allsports.com

Tahun 1900, ditambahkanlah dua kelas lain, yaitu tunggal putra dan tunggal putri. Hingga tahun 1930-an, All England bener-bener masih 'all England,' artinya karena seluruh pesertanya dari Inggris, ya juaranya semuanya dari Inggris. Perluasan turnamen ini pun hanya mencakup wilayah Britania Raya saja, yaitu dengan diikutsertakannya pemain dari wilayah kekuasaan Inggris lain seperti Irlandia, Australia, India, hingga Kanada.

Karena masih 'all England' tentu saja tak ada peserta dari negara lain. Menariknya, ada seorang peserta dari Swiss yang ngebet ingin ikut All England. Ia adalah Guy A. Sautter, yang berangkat ke Inggris untuk ikut bertanding dengan menggunakan nama alias, U.N. Lapin. Sautter ternyata cukup bersinar, ia memenangkan gelar tunggal putra tahun 1911, 1913, dan 1914. Ia juga merebut gelar ganda campuran bersama Dorothy Cundall (1910) dan bersama M.E Mayston tahun 1913.

Masuknya pemain Inggris gadungan ini, mulai mencoreng dominasi Inggris di All England. Apalagi setelah pemain-pemain Irlandia mulai ikut serta. Gordan Mack dan Frank Devlin mulai mengganggu supremasi Inggris (England) totok.

Akhirnya, ketika All England tidak lagi 'all' dari England, dengan kata lain peserta-peserta dari negara lain mulai diizinkan ikut berkompetisi, dominasi Inggris di All England makin pudar. Tahun 1938, pemain-pemain Inggris mulai rontok. Tunggal putra dimenangkan oleh Tage Madsen (Denmark), tunggal putri oleh Dorothy Walton (Kanada), Thomas Boyle dan James Rankin (Irlandia) menjurari ganda putra, ganda putri dimenangkan oleh Ruth Dalsgaard dan Tony Olsen (Denmark). Hanya ganda campuran saja yang dimenangkan oleh pasangan Inggris, yakni Ralph Nichols dan Bessie Staples.

Setelah turnamen ditiadakan tahun 1940-1946 karena perang dunia dan diselenggarakan kembali tahun 1947, seluruh pemain Inggris rontok. Tunggal putri, ganda putra, putri, dan campuran, diborong oleh peserta dari Denmark. Hanya tunggal putra yang digondol Conny Jepsen dari Swedia. Tahun berikutnya (1948) malah terjadi all Denmark di All England!

Pun ketika turnamen ini diakui sebagai turnamen resmi sejak tahun 1977, All England tak pernah lagi melahirkan juara yang 'all' dari England. Prestasi pemain-pemain Inggris makin merosot. Apalagi sejak masuknya negara-negara dari Asia seperti Malaysia, Indonesia, dan China yang berjaya di berbagai nomor. Tahun 2009 bahkan terjadi all China di All England, menyusul prestasi serupa yang diraih Denmark.

Nasib Inggris di All England bener-bener terpuruk, sebuah citra yang mewakili Inggris di pentas bulutangkis dunia yang juga makin redup. Di All England saja, turnamen 'milik' mereka sendiri yang dibanggakan sebagai yang pertama dan tertua di dunia, prestasinya jeblok.

Hingga saat ini, pemain Inggris yang berhasil menjadi juara di All England terakhir adalah pasangan ganda campuran Nathan Robertson dan Gail Emms. Kapan? Tahun 2005! Setelah itu, tak ada lagi...

Inilah yang barangkali akan membuat Percy Buckley sedih. Turnamen yang digagasnya kini menyandang 'pangkat' Superseries Premier bersama dengan Indonesia Open, China Open, Malaysia Open, dan Denmark Open. Tapi pemain-pemainnya?

Seri tahun 2021 ini? Kita sudah tahu, rombongan China, Korea Selatan, Taiwan yang notabene memiliki pemain-pemain kuat tak ikut serta karena covid. Setelah itu, kita juga mafhum, Indonesia, yang juga berpeluang besar merebut beberapa nomor, 'ditendang' dengan alasan yang sama.

Apakah ada peluang untuk 'all' England lagi? Nampaknya tidak juga. Pemain Inggris sudah banyak yang berguguran pula. Tinggal pasangan ganda putra Marcus Ellis dan Christopher Philip Langridge, ganda putri Chloe Birch dan Lauren Smith, serta ganda campuran Marcus Ellis dan Lauren Smith yang tersisa di perempat final. Itupun masih harus berhadapan dengan lawan-lawan lain dari Jepang, Denmark, Thailand dan Perancis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun