Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obrolan tentang Anak di Saung Sawah

16 Maret 2021   19:48 Diperbarui: 16 Maret 2021   19:52 1529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: 9gag.com

Matahari siang itu terasa begitu menyengat. Para petani yang sedang ngarambet (membersihkan tanaman liar) untuk sementara meninggalkan pekerjaannya dulu. Sekalian istirahat. Sebagian besar berteduh di saung sawah sambil membuka bekal yang dibawa dari rumah masing-masing.

Mereka yang berkelompok lalu saling bertukar lauk yang sebetulnya nyaris sama, nasi timbel, ikan asin, lalap sambel. Kalaupun beda ya cuma ikan asinnya. 

Ada yang bawa ikan asin sepat, ikan asin peda, ada yang bawa ikan asin jambal roti yang dipotong kecil-kecil. Pun hanya beda cara masaknya, ada yang dipepes (peda), ada yang digoreng (sepat), dan dibumbui pedas (jambal roti).

Nasinya? Ya sama. Berasnya sama, padinya sama, bahkan tempat dan waktu menanamnya pun sama, di area pesawahan itu. 

Orang menyebutnya pesawahan Banen, pinggir Sungai Cimuntur, pas di sebelah Leuwi (lubuk) Goong yang terkenal dalam. Dulu sih di situ ikannya masih banyak karena disebut angker, jarang orang yang mau mancing sendirian. Belum lagi dongeng adanya buaya.

Sekarang? Jangankan buaya, ikanpun tak ada. Ikan hanya banyak kalau sedang musim hujan, terus ada empang yang bobol dan isinya kabur ke sungai semua. 

Ikannya juga ikan impor semua, ikan mas, mujair, bawal, ikan pribuminya seperti hampal dan bebeong sudah lama tak terdengar kabarnya. Entah langka entah punah. Dulu terlalu banyak orang yang nangkap ikan pake portas, jadi ikannya habis sampai ke anak-cucu-cicitnya.

Buaya? Musim kemarau banyak. Buaya darat. Lelaki yang suka ngintip perempuan mandi saat air di kampung-kampung langka, lalu pada mandi dan nyuci di sungai. Buaya beneran mah tinggal cerita. 

Cimuntur memang terhubung dengan Citanduy yang terkenal banyak buayanya. Tapi semakin banyak bendungan dibangun, tak ada lagi cerita orang bertemu buaya di Cimuntur.

Jana, bujangan asal Cicau yang tak jauh dari pesawahan Banen, datang siang itu, menemui Jojoh, perawan Desa Salakaria yang terletak di seberang sungai. Sudah bukan rahasia lagi kalau mereka menjalin hubungan. 

Bah Omod dan Nini Esih, orang tua Jana sudah tahu. Mang Darman dan Bi Nunung, orang tua Jojoh juga sudah tahu. Meski belum ada omong-omongan antara dua keluarga beda desa yang terpisah Sungai Cimuntur itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun