Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (104) Sarang Setan

14 Maret 2021   12:03 Diperbarui: 15 Maret 2021   11:53 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

*****

Sarapan pagi keesokan harinya, anak-anak itu berkumpul, lengkap, plus tiga anak hasil rekrutan si Vaso dan kawan-kawan juga ikut bergabung. Semuanya siswa yang baru masuk, alias anak baru yang kelihatan masih culun-culun. Mereka diperkenalkan pada Soso, namanya Bodo, Leta, dan Deta.

Tanpa berpanjang-panjang lagi, Soso langsung mengajak semuanya untuk kerja bakti memberesi rumah jam istirahat nanti. Dan semuanya tampak begitu bersemangat, temasuk tiga anak baru itu.

Siangnya, setelah si Ataka dan Alesi memberesi urusan administrasi dengan penjaga rumah yang tinggal tak jauh dari situ, anak-anak muda itu mulai bekerja. Dimulai dari membersihkan ruangan-ruangan dengan peralatan seadanya yang dipinjam dari penjaganya. Lumayan juga hasilnya, rumah tua itu mulai berbentuk, setidaknya sudah makin layak untuk ditempati, meski ada beberapa bagian yang tampaknya tak mungkin bisa mereka perbaiki sendiri.

Soso sudah meminta si Ataka dan Alesi untuk mencari tukang yang bersedia mengerjakannya. Dan tukangnya, siapa lagi kalau lelaki tua yang jadi penjaga bangunan itu. Tak apalah, mungkin itu memang bukan rumahnya, ia hanya bertugas menjagainya. Jadi memberinya tambahan beberapa rubel untuk perbaikan bukan masalah besar.

Setelah merasa cukup sambil menunggu perbaikan dilakukan nantinya, anak-anak itu duduk-duduk melingkar di lantai ruang tengah yang cukup luas itu. Semuanya bertelanjang dada, karena pakaian seragam mereka semuanya dilepas dan digantung, biar tak kotor atau sobek terkena sesuatu yang tajam.

"Lumayan..." kata Soso sambil mengedarkan pandangannya. "Di ruangan itu nanti akan kupakai untuk menyimpan buku-buku, entah itu yang beli atau yang kita pinjam. Kita juga bisa menyimpan barang-barang pribadi yang berbahaya kalau disimpan di asrama..."

"Mungkin kita juga perlu menyediakan pantri, Bang..." kata si Boris Dotoshvili alias si Bodo, anak baru yang berbadan subur itu. "Setidaknya kan bisa bikin minuman atau apalah untuk camilan!"

Soso dan anak-anak lainnya tertawa.

"Bener juga sih, beli satu dua alat dapur kan gak masalah..." kata si Simon, "Kalau untuk itu, biar kita patungan saja semampunya. Tak perlu pakai uangmu lagi, Koba..."

"Ya terserah lah..." kata Soso. "Kau, Bodo, kuserahkan tugas itu padamu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun