Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (101) Digantung Status

11 Maret 2021   06:11 Diperbarui: 12 Maret 2021   11:15 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal: (1) Soso

Episode Sebelumnya: (100) Kembali ke Sekolah, Kembali ke Masalah

*****

Soso tidak tahu, apakah benar ada aturan baru, di awal tahun setiap siswa harus mendaftarkan dirinya kembali. Aturan itu tak pernah ada sebelumnya. Jangan-jangan itu hanya akal-akalan Pak Germogen untuk mencegahnya kembali ke sekolah. Atau sekadar ngetes.

Entah kenapa pula Soso bisa menemukan celah dalam aturan itu. Bahwa Pak Germogen sesungguhnya tak memiliki kekuasaan untuk menentukan seorang siswa bisa diterima atau dikeluarkan, karena ia hanya menjalankan tugas sehari-hari sebagai pengganti Pak Serafim, rektor yang sedang beristirahat karena sakit.

Apalah itu, ia sekarang sudah kembali. Soal hukuman, memang Pak Gemogen punya kewenangan. Makanya Soso tak bisa membantah ketika ia harus menginap di dalam Tembok Derita, bukannya di dalam kamar asrama. Setidaknya, itu hanya untuk malam hari saja, tidur tanpa alas yang nyaman. Tapi lampu kamar diberi, jadi ia masih bisa belajar. Dan yang paling penting, menjelang pagi, pintunya dibuka dan ia bisa bergabung dengan kawan-kawannya yang lain berkegiatan, mulai dari sarapan, masuk kelas, hingga makan malam. Hanya jam istirahat saja ia dilarang keluar dari kompleks asrama seperti biasa.

Karena itu pulalah, selama seminggu ini ia tak bisa kemana-mana. Padahal ia sangat ingin keluar untuk berkunjung ke rumah kontrakannya si Lado. Ia masih penasaran dengan nasib kawannya itu sejak menghilang setelah peristiwa demo buruh yang berujung rusuh itu.

Setelah berkelana ke Poti hingga ke Novorossiysk beberapa minggu lamanya, ia ternyata merindukan suasana Tiflis sebelum kejadian demo buruh yang menyebabkannya harus menyingkir itu.

Ia juga kangen berkunjung ke toko buku, entah itu toko bukunya Pak Yedid, atau toko bukunya Gege Imedashvili untuk sekadar membaca dan menikmati secangkir kopi. Ada rasa kangen juga bertemu dengan Sabine, gadis Jerman yang menyenangkan itu. Ingin rasanya ia bercerita terntang petualangan pertamanya keluar dari Georgia, meski itu hanya sampai Novorossiysk, belum lebih jaug lagi.

Tapi mau apa lagi, ia masih harus menjalani hukuman, yang entah sampai kapan. Jangan-jangan sebetulnya ia dikerjai oleh Pak Germogen, sengaja dibuat berlama-lama tinggal di dalam sel, alih-alih di kamar asrama.

Tapi tak apalah, hal-hal itu masih bisa ditundanya. Mungkin ada baiknya juga, jadi ia bisa belajar untuk menyusul keterlambatannya. Di dalam sel, meskipun sepi, justru ia bisa belajar sampai larut malam, karena tak ada seorang pun pengawas yang sampai ke sana setelah mengunci pintunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun