"Di sini lebih ramai. Pagi, siang, sore, malam, kalau mau keluar bisa mendapatkan penumpang, kalau nggak ya ngangkut barang. Kalau di Batumi sepi. Banyak penduduk asli juga yang jadi kusir kereta. Tak enak bersaing dengan mereka, karena mereka juga tak punya pekerjaan!"
"Bapak Muslim?"
Lelaki itu mengangguk.
"Di Batumi kan banyak Muslim juga," tambah Soso.
"Kau pernah ke sana?"
Soso mengangguk, "Ada kawan saya, orang asli sana, dan Muslim.."
"Memang. Makanya kita pindah ke sini, kasihan mereka, biar berbagi rezeki!" sahutnya, "Kalau saya dan kawan-kawan kan bisa pindah ke mana saja, dari dulu juga begitu, pindah-pindah. Tapi kalau mereka kan punya kampung halaman sendiri!" lanjutnya.
"Narik penumpang sampai jam berapa biasanya Pak?" tanya Soso.
"Biasanya tak selarut ini, hanya hari Kamis saja, karena masih ada kapal barang yang masih menurunkan muatannya, sebentar lagi selesai. Kalau tak ada ya langsung pulang!" jawabnya. "Tapi tampaknya tak aka nada penumpang atau barang lagi yang bisa diangkut," kata Pak Berat kemudian.
"Kenapa Pak?" tanya Soso.
"Tuh, awak kapal sudah pada ke sini, berarti barang sudah turun semua dan yang lain sudah dinaikkan, mereka akan minum-minum sebentar, lalu berangkat lagi!" kata Pak Berat sambil menunjuk beberapa orang lelaki yang berjalan menuju kedai.