Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengumpulkan Receh, Hobi atau Menabung?

2 Maret 2021   11:29 Diperbarui: 2 Maret 2021   11:41 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
'Koleksi' koin yang belum disortir (dokpri)

Pernah juga istri marah-marah. Ketika gas habis malam-malam dan tak punya uang kertas, saya malah memberinya ATM, saya suruh mengambil uang di sana, daripada harus 'mengeluarkan' koin-koin saya. Padahal uang yang dibutuhkan hanya 20 ribuan saja, sementara ATM cukup jauh, hehe...

Uang-uang koin yang jumlahnya sudah cukup banyak itu bener-bener tak pernah digunakan, kecuali sangat kepepet. Kalaupun harus 'keluar' saya harus menyortirnya terlebih dulu. Korbannya biasanya adalah uang logam 500 edisi lama (yang berwarna kuning) bukan yang putih. Yang putih, kalau terpaksa harus keluar, juga disortir dulu, yang paling butek dulu warnanya. Kalau yang paling kinclong, jangan harap!

Selalu pertanyaan dari istri dan anak saya adalah, buat apa uang itu? Jujur saja, saya juga tak tahu. Kalau disebut koleksi, harusnya kan menyimpan yang lebih lama, bukannya yang terbaru. Kalau ada uang logam lama, malah segera dipakai, takut keburu tak laku.

Menabung? Rasanya juga bukan itu niatnya. Kalau beneran niatnya menabung, kenapa bukan menyimpan uang yang nilainya lebih besar saja, atau di bank misalnya. Toh, selama apapun, rasanya jumlahnya juga tak akan pernah besar.

Jujur saja, saya sangat jarang menghitungnya. Terakhir menghitungnya mungkin dua tahun lalu saat mengganti tempat penyimpanannya, dari botol plastik bekas minuman ke dalam kaleng bekas rokok. Waktu itu, jumlahnya sekitar 500 ribuan, jumlah kepingannya (500 dan 1000) tak saya hitung, yang jelas cukup banyak (pecahan 500 jauh lebih banyak).

Dengan nilai itu, rasanya itu bukan sebuah tabungan yang menggembirakan. Uang 500 ribu sekarang, tahu sendiri lah, dipake belanja pun bisa langsung bablas, kurang malah.

Jadi jangan bayangkan bahwa saya berniat membeli sesuatu dengan 'tabungan' itu. Saya tidak (mungkin belum ya) berpikir membeli sebuah sepeda motor dengan uang itu seperti kisah warga Banyuwangi yang membeli motor Yamaha N-Max seharga 31 juta, dimana 9 juta diantaranya dibayar dengan uang logam pecahan 200, 500 dan 1000.

Untuk sampai angka jutaan seperti itu, rasanya 'koleksi' saya juga masih jauh. Biasanya yang bisa sampai angka besar itu, adalah mereka yang berprofesi sebagai pedagang kecil, misalnya punya warung atau punya kios di pasar. Kalau saya bener-bener hanya mengandalkan seketemunya, belum tentu satu hari mendapatkannya.

Jadi ya sangat mungkin saja sekadar hobi. Kalau itu bisa sedikit saya benarkan. Rasanya ada kesenangan melihat uang-uang koin logam itu tersimpan dalam wadah-wadah, kadang dikumpulkan dan dibuat gunungan.

Meski belum tahu akan diapakan, satu yang pasti, saya belajar dari pengalaman nenek saya. Saya menjaganya jangan sampai 'koleksi' atau 'tabungan' itu menjadi barang yang tak berharga, atau menunggu puluhan tahun lagi untuk menjadi berharga sebagai barang koleksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun