Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (87) Memandang Dunia

22 Februari 2021   21:56 Diperbarui: 23 Februari 2021   22:01 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

"Entahlah..." jawabnya. "Kau cari tahu saja sendiri nanti! Sana pergi, berkeliling dunia!"

Keliling dunia? Mungkinkah ia bisa melakukannya? Kapan? Sebagai apa? Kalau ia melanjutkan pendidikannya di Seminari Tiflis sampai selesai nanti, lalu jadi pendeta. Apa iya dia bisa berkeliling dunia?

Kata guru-gurunya, Gereja Rusia tidak seperti Gereja Roma atau Gerakan Lutheran dan juga orang-orang Muslim yang menyebar ke seluruh tempat untuk memperluas ajarannya. Gereja Rusia hanya bergerak pelan di wilayah-wilayah yang sudah dikuasainya. Sementara gereja lain sudah sampai ke negeri-negeri jauh yang bahkan tak terbayangkan sebelumnya.

Kalau begitu, paling-paling nanti ia hanya ditempatkan di wilayah kekuasaan Rusia yang terpencil, lalu ngendon di situ. Jangankan keliling dunia, balik ke kampung halamannya pun belum tentu.

Apakah itu yang ia inginkan? Jelas bukan. Itu bukan sesuatu yang ia impikan. Ia ingin melihat dunia yang luas. Tapi apa iya dirinya harus jadi pelaut? Wah, meski itu memungkinkan untuk berkeliling dunia, tampaknya itu bukan pilihannya juga.

Soso malah teringat 'cita-citanya' saat kecil yang pernah disampaikan kepada ibunya, Mak Keke. Ia bilang, ingin jadi orang ngetop alias terkenal. Terkenal dalam hal apa, ia juga tak tahu.

*****

Matahari benar-benar tenggelam, seolah melesak masuk ke dalam Laut Hitam melewati sebuah garis lengkung di ujung yang jauh sana. Kalau saja ia tak belajar ilmu alam, mungkin saja ia percaya bahwa dunia ini datar dan ia sedang memandangi ujungnya.

Poti memang bukan ujung dunia. Bahkan mungkin itulah pintu untuk menuju belahan dunia yang lain. Tapi saat ini, Poti memang ujung dunia, dunianya sendiri, karena ia tak pernah melangkah lebih jauh dari itu.

Hari makin gelap. Laut Hitam makin hitam. Cahaya hanya terlihat di pelabuhan Poti yang masih ramai, atau mungkin malah semakin ramai. Soso bangkit dari duduknya. Ia harus kembali ke penginapan. Besok, ada urusan yang harus diselesaikannya. Sebuah urusan yang mungkin saja membuka matanya tentang dunia, meski mungkin belum akan mengantarkannya menjelajahi dunia lebih jauh.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun