Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siapa yang Menangis Tengah Malam?

20 Februari 2021   23:25 Diperbarui: 20 Februari 2021   23:41 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: olah digital dari healthline.com

Campuran rujak buah yang pedas, berbagai camilan, hingga minuman bersoda sejak tadi siang hingga menjelang jam 10 malam, membuat perut Niken tak karu-karuan. Dan itu baru berasa justru setelah ia terserang kantuk berat. Ia sudah tidur sebetulnya, tapi dorongan dari perutnya yang membuat ia terpaksa harus bangun dan berlari ke kamar mandi yang belum sepenuhnya diberesi itu.

Jangankan kamar mandi, seluruh rumah itu juga belum bener-bener beres. Barang-barang yang baru dipindahkan belum ditata, masih menumpuk di sana-sini. Lemari, meja, bahkan ranjang kayu pun belum lagi dipasang.

Hari itu memang niatnya hanya memindahkan semua barang dari kontrakan lamanya yang mendadak tak mau diperpanjang. Alasannya akan dipakai saudara yang punya rumah yang dipindahtugaskan dari Pontianak. Jadi, begitu teman-teman kantornya datang membantu untuk pindahan, prinsipnya, yang penting barang terangkut dulu, beres-beres urusan belakangan.

Teman sekontrakannya, Meri, sudah ngorok juga dari tadi, sejak kawan-kawannya pulang. Tergeletak begitu saja di antara tumpukan baju-baju yang dibuntel kain. Anak itu dasarnya memang pelor, nempel langsung molor, nggak kenal waktu nggak kenal tempat. Sehingga kadang Niken khawatir kalau anak itu tertidur di tempat sembarangan, lalu ada orang iseng, entah itu yang berniat jahat mengambil barangnya, atau melakukan pelecehan.

Soal yang pertama, sudah beberapa kali kejadian. Ia tertidur pulas di dalam bis saat mudik ke Surabaya, dan barang-barangnya amblas. Kalau soal yang kedua, amit-amitlah, tapi yang memang agak mengkhawatirkan, apalagi tubuh Meri itu cukup menggoda. Jangankan laki-laki, perempuan seperti dirinya saja sering dibuat iri; diet tidak, olahraga males, tapi badan bisa bagus kayak gitu.

Niken mengeluarkan isi perutnya yang meminta keluar dengan deras dan hampir tak bisa direm itu dengan terkantuk-kantuk, antara sadar dan tidur. Mungkin selain yang masuk tadi tak jelas, bisa jadi juga ia masuk angin, karena tadi memang sempat kena hujan.

Dalam keadaan setengah tertidur itu, tiba-tiba telinganya mendengar suara orang terisak. Seperti seorang perempuan yang menangis. Samar tapi terdengar cukup dekat, seperti berdengung di sebelah telinganya.

Niken tersentak. Ia mengambil air dan membasuh mukanya. Ia celingak-celinguk di dalam kamar mandi sempit itu. Lampunya cukup terang --sengaja, karena ia dan Meri paling takut dengan kecoak---kalau remang-remang kan takutnya serangga kecil menjengkelkan itu tiba-tiba nongol tanpa terduga. Ia juga percaya kalau kecoak tak menyukai tempat yang terang. Entah benar atau tidak, setidaknya ia meyakininya begitu.

Suara tangis itu tak terdengar lagi. Mungkin ia salah dengar, atau setengah bermimpi, atau mungkin suara televisi dari rumah tetangga yang bisa saja menjadi terdengar jelas dalam kesunyian malam. Tapi soal televisi itu, ia agak nggak yakin, soalnya seingatnya, rumah-rumah tetangganya agak jauh dari situ. Rumah yang dikontraknya itu agak-agak terpencil.

Sejak awal, ia dan Meri memang agak kurang sreg dengan rumah ini, di belakang rumah ada rumpun bambu yang sangat besar dan kelihatannya tak terurus. Lalu di belakangnya lagi adalah pesawahan. Di kiri dan kanannya kebun dengan banyak pohon buah yang rindang dan agak gelap, apalagi kalau malam.

Tapi, mereka tak punya banyak pilihan. Waktu untuk mencari kontrakan baru yang bener-bener pas tak banyak. Rumah itu yang tersedia; tak terlalu jauh dari kontrakan lama, yang berarti juga tak terlalu jauh dari tempat mereka bekerja, dan sewanya lumayan miring. Kontrakan lama meminta 7 juta pertahun, yang ini hanya 5 juta saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun