Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Surat Cinta untuk Paul Pogba

23 Januari 2021   07:07 Diperbarui: 23 Januari 2021   16:42 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Soal kemampuan, tak ada yang meragukanmu, Ul. Nilai belimu dari Juventus, plus gaji mingguanmu, seharusnya relatif sepadan. Sepadan dengan potensi besarmu.

Kalau para penggemar MU merasa kemahalan, itu karena dibandingkan dengan duitnya sendiri, bukan duitnya klub. Buktinya, keuangan Setan Merah masih aman-aman saja, nggak pake acara nunggak gaji pemain, meski penghasilan dari tiket pertandingan nyaris nol selama covid.

Coba kalau yang mengontrakmu adalah klub liga Indonesia, sudah mahal, kompetisi dibubarkan pula. Kalaupun lanjut dan juara sekalipun, bakal jauh dari untung. BEP pun nyaris mustahil.

Dengan duit segitu, seharusnya kamu tentrem. Tinggal konsentrasi main, keluarkan kemampuan terbaikmu. Toh kamu main di klub sebesar MU yang tak menjadikanmu bintang sendirian.

Kalaupun kalah, kamu tak akan selalu jadi kambing hitam. Masih ada deretan kambing lain yang bisa dihitamkan, mungkin Maguire yang senasib denganmu, dianggap keberatan ongkos, atau De Gea, atau Bruno Fernandes, atau, ujung-ujungnya pasti balik lagi ke pelatihmu, Mang Ole.

Jangan pedulikan juga penggemar yang selalu membandingkan gaji dengan prestasi. Itu risiko. Kalau nggak mau, ya minta turun gaji saja. Kadang enak lho jadi pemain bergaji kecil; nyaris bebas tekanan. Main bagus dipuji, main jelek dimaklumi, dibuang tak ada yang peduli.

Masalahnya, apa kamu mau, Ul? Pasti nggak mau lah, kau juga harus memikirkan besok lusa setelah pensiun. Masak habis pensiun dari bola terus jadi tukang cilok, narik ojol, atau mengadu nasib ikutan nyaleg, kayak pensiunan pemain bola di Indonesia. Sementara kalau tetap di Inggris atau balik ke rumahmu di Perancis, biaya hidup tinggi kan?

Tapi jangan juga terlalu rewel soal gaji atau kenyamanan main, Ul. Bisa jadi bumerang buat kamu sendiri. Jujur saja pada dirimu sendiri, nilai tawarmu masih di bawah Ronaldo atau Messi. Kenyamanan itu bukan datang dari orang di sekitarmu, tapi dari dirimu sendiri. Mau kau main di Juventus kek, MU kek, atau mana lagi yang kau inginkan, belum tentu kamu nyaman kalau kamu yang tidak mengubah pola pikirmu sendiri.

Begini saja. Kalau mau jadi bintang sendirian, pindah saja ke tim gurem, apalagi kalau ditambah kau rela potong gaji. Pasti dipuja-puja di sana, didewakan, mungkin kelak dibuatkan patungnya. Tak ada yang membebanimu untuk jadi juara. Tak degradasi pun sudah baik. Tapi pasti kamu nggak mau, setidaknya saat ini, entah kalau nanti.

Selama main di klub seperti Juventus atau MU, lalu pindah ke Madrid, Barcelona, atau kemanapun klub yang kau anggap besar yang kamu mau, nggak bakalan ada bedanya. Beban untuk jadi juara tak lagi akan semuanya ditaruh di pundakmu. Tapi kamu juga nggak bakalan disorot sendirian. Banyak pemain lain yang akan disorot, dipuja-puji, termasuk juga dimaki-maki.  

Nah, kau mau pilih yang mana? Mau menjadi sorotan utama atau mau main tenang dengan gaji yang sudah lebih dari cukup itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun