Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

#ImpeachmentDay: Trump dan Puisi Dian Sastro

14 Januari 2021   15:35 Diperbarui: 14 Januari 2021   15:39 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Sejak kemarin, tagar #ImpeachmentDay berkumandang. Menjadi trending, setidaknya di AS.

Seperti yang saya tulis sebelumnya (di sini), Stand Up Comedy ala Presiden AS Donald Trump sudah mencapai klimaksnya pada peristiwa penyerbuan Gedung Capitol oleh pendukungnya (01/01/21).

Setelah peristiwa yang menewaskan lima orang itu, termasuk seorang polisi, Trump masih melucu. Ia tak merasa isi pidato di depan para pendukungnya sebagai hasutan. "Totally appropriate," katanya berulang-ulang (meski bukan melalui akun medsosnya yang sudah ditutup).

Barangkali Trump sedang merasa jadi si Cinta yang diperankan oleh Dian Sastro dalam AADC (jilid satu). Merasa kesepian, lalu membaca puisi yang berjudul 'Tentang Seseorang' itu.

Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku. Aku lari ke pantai, kemudian teriakku. Sepi-sepi dan sendiri. Aku benci. 

Puisi bener-bener menggambarkan suasana hati Trump yang mulai ditinggalkan kawan-kawannya, bahkan orang yang dianggap loyalis Trump juga satu persatu pergi, salah satunya Mike Pence, wakilnya yang tak lagi seiya-sekata, sareundeuk-saigel kalau kata orang Sunda, 'aku begini engkau begitu' kalau kata Broery Marantika.

Pastilah Trump jengkel. Kalau orang jengkel, obat paling ampuh adalah pelampiasan. Maka ia melanjutkan membaca puisi itu dengan nyaring, di depan para pendukungnya.

Aku ingin bingar. Aku mau di pasar. Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat. Seperti berjelaga jika Ku sendiri.

Para pendukungnya yang setia, terutama yang terhasut ideologi 'white supremacy' yang diam-diam 'disebarkan' oleh Trump, merasa kasihan melihat junjungannya itu. Maka ketika Trump makin nyaring membacakan bait puisi berikutnya:

Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh. 

Pecahlah sudah Capitol Hill. Gaduh lah.

Jangankan orang-orang Demokrat, orang Republik yang satu gerbong dengan Trump juga ikutan jengkel. Cuma ya mereka harus jaim sedikit.

Ketika anggota DPR AS yang dikuasai Demokrat kembali mendengungkan pemakzulan untuk kedua kalinya selama Trump berkuasa, orang Republik berusaha menahannya. Mereka mengakui kalau Trump salah dan mempersilakannya kalau akan mengadili Trump. Tapi mencopotnya dari kursi presiden menurut mereka adalah tindakan tak perlu. Mungkin iya, toh masa jabatan Trump hanya tinggal seminggu sebelum diambil alih Biden-Harris.

Tapi bagi Demokrat, lepas dari aksi koboy Trump, mereka juga merasa perlu menyamakan skor dengan Republik. Dua presiden dari Demokrat, Andrew Johnson (Presiden ke-17), dan Bill Clinton (Presiden ke- 42) pernah dimakzulkan DPR, meski gagal didepak dari kursinya di tingkat Senat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun