Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (10) Solidaritas di Pabrik

6 Desember 2020   05:30 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:44 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kita libur. Datangi itu si Kustov, minta pabrik mengurusi mereka. Kalau sudah, baru kita lanjutkan pekerjaan yang bisa kita lakukan…” kata Soso.

“Aku tidak mau ikut-ikutan. Aku akan di sini dan menunggu apa yang diperintahkan Bos…” kata seorang lelaki berlogat Armenia.

Soso mau ngomong, tapi Pak Samvel keburu berdiri dan menghardik orang itu, “Kau tidak ikut, kuganti kau dengan orang lain, tak peduli kau keluargaku!” katanya dengan galak.

Lelaki itu diam.

“Dengar,” kata Pak Samvel lagi pada orang-orang yang berkumpul. “Aku tidak mengatasnamakan pekerja asal Armenia atau apa, aku mengatasnamakan diriku sebagai pekerja pabrik ini. Dan kita harus mendengarkan anak muda ini!” katanya. Ia melirik pada Soso. “Teruskan apa rencanamu!”

“Kita datangi si Kustov, minta pengobatan mereka yang sakit, minta keringanan mereka beristirahat sampai sembuh dan dijamin akan mendapatkan lagi pekerjaannya kalau sudah sembuh nanti!” kata Soso.

“Kalau dia nggak mau dan kita dipecat?” tanya seseorang.

“Makanya kita harus kompak. Kalau kita kompak, apa si Kustov itu berani memecat kita semua? Apa jadinya pabrik ini kalau semua pekerjanya dipecat? Siapa yang akan menjalankan produksi? Siapa yang bisa mengejar target yang sudah ditentukan?” Soso makin berapi-api. “Nggak mungkin dia memecat kita semua. Pekerja sepertiku bisa diganti cepat karena hanya mengandalkan tenaga. Tapi pekerjaan lain yang butuh keahlian dan pengalaman? Coba aja kalau dia berani mecat kita semua. Satu bulan saja belum tentu pabrik ini bisa berjalan normal lagi dengan pekerja-pekerja baru!”

Semua mengangguk-angguk. Semua setuju apa yang dikatakan anak yang sebelumnya hanya dikenal sebagai pendongeng itu. “Tapi sekali lagi, kita harus kompak. Jika hanya sebagian yang ikut, percuma!” pungkas Soso.

“Kuhajar siapa yang tak ikut!” kata Pak Samvel.

“Silakan rumuskan apa yang mau dituntut dari si Kustov itu. Harus segera agar si Kustov tak menghubungi dulu bosnya di Baku kalau dia juga nggak mau dipecat gara-gara orderan telat…” kata Soso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun