Mohon tunggu...
ALINDA ZAHRALESTARI
ALINDA ZAHRALESTARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi : menonton film, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Toleransi dalam Beragama di Negara Bhineka Tunggal Ika

3 Oktober 2022   20:41 Diperbarui: 3 Oktober 2022   20:47 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Bhineka Tunggal Ika atau bisa disebut Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai banyak bahasa,budaya, suku , kepercayaan dan semua itu di satukan oleh Pancasila yang mana sebagai pendoman bagi warga negara Indonesia dengan semboyannya adalah "Bhineka Tunggal Ika" yang mempunyai arti meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Dan juga dengan memberikan peraturan atau hukum serta undang-undang untuk mengatur warga negara nya agar tetap hidup rukun meski berbeda-beda. Sebagai semboyan negara, Bhineka Tunggal Ika menjamin dan memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia, sehingga aturan tersebut akan mengikat rakyat Indonesia untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Nila-nilai luhur dari agama dan budaya yang terintegrasi dalam ideologi negara telah menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan yang relatif kuat. Kuatnya semboyan Bhineka Tunggal Ika telah terbukti dengan daya tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan ancaman dari waktu ke waktu, sehingga sampai saat ini tetap menjadi semboyan yang dipegang teguh oleh rakyat Indonesia yang penduduknya berbada beda dari segi bahasa,budaya, suku , dan kepercayaan.

Pada saat ini ramai dibicarakan di tengah masyarakat tentang betapa pentingnya toleransi dalam beragama. Dalam agama saya khusus nya Islam telah memberi pedoman yang sangat jelas, bahwasanya agama tidak boleh dipaksakan. Disebutkan pula di dalam kitab suci al Qur'an bahwa, semua orang dipersilahkan memilih agama sebagaimana yang diyakini masing-masing. Yang berbunyi "Lakum diinukum wa liya diin'" yang memiliki arti "Untukmu agamamu dan untukku agamaku".

Kita dalam beragama, jika kita memaksakan seseorang masuk ke dalam agama kita tidak boleh, maka apalagi juga mengganggu, tentu tidak diperbolehkan. Disepersilahkan bagi satiap orang memilih agama dan kepercayaannya masing-masing. Apabila sikap dan pandangan itu dijalankan dalam kehidupan sehari-hari oleh pemeluk agama, maka sebenarnya tidak akan terjadi masalah. Bagi mereka yang beragama Islam beribadah ke masjid, bagi mereka yang kristen ke gereja, dan demikian pula lainnya.

Begitu pula dengan kejadian yang pernah saya alami, saya dan keluarga saya menganut keyakinan Islam yang mungkin mayoritas di daerah saya, bahkan di desa saya hanya ada satu sampai tiga keluarga yang tidak menganut keyakinan Islam. Tapi walaupun keluarga saya menganut keyakinan yang mayoritas, saya dan para masyarakat di sekitar saya tetap menghargai perbedaan tersebut. Disitu saya melihat bahwa masyarakat disekitar saya itu bersifat terbuka terhadap keyakinan lain, selain dari keyakinan Islam. Pada saat itu tetangga saya yang berkeyakinan nonmuslim mempunyai sebuah acara di rumahnya, yang mana semua tetangga nya diundang untuk datang ke acara yang mereka adakan, maka keluarga kami dan tetangga kami pun menghargai mereka dan datang ke acara yang mereka adakan tanpa adanya rasa keberatan. Dan juga ketika kami merayakan hari raya idul fitri meraka pun mengucapkan selamat kepada kami, begitu pula sebaliknya ketika mereka merayakan hari raya untuk agama mereka kita pun akan mengucapkan selamat kepada mereka. Disitu saya belajar bahwa perbedaan itu tidak menjadi batas, tapi yang terpenting bagi saya yaitu tetap berbuat baik dan saling menghargai pada masyarakat sekitar, apapun keyakinannya. Kebaikan akan selalu dibalas kebaikan, itu yang dirasakan oleh keluarga saya.

Maka dari itu, sikap toleransi perlu ditangguhkan dan dimiliki dalam diri setiap warga Negara Indonesia, karena sikap toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang baik dan tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi sangat perlu dimiliki oleh setiap manusia karena manusia adalah makhluk sosial dan juga selain itu dengan adanya toleransi antara pemeluk agama juga dapat mewujudkan masyarakat yang religius. Keindahan masyarakat yang religius, dapat dilihat dari terbentuknya kerjasama antar sesama golongan dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat berkeyakinan Islam di Jawa sendiri sangat terkenal dengan sikap toleransi yang dijunjung tinggi seperti sikap "Tepa Slira" yang mengajarkan kita untuk selalu mengukur segala tindakan dengan mengandaikan diri sendiri sebagai acuannya.

Kerukunan beragama menunjukkan keadaan positif dari interaksi antar pemeluk agama. Interaksi antar umat beragama mencerminkan bagaimana agama dipergunakan dalam konteks sosial. Dalam proses sosial ini, maka keadaan damai dan konflik bagaikan dua sisi mata uang dalam kehidupan manusia. Manusia berinteraksi dengan pihak lain dapat secara asosiatif, tetapi dapat juga secara dissosiatif. Interaksi yang assosiatif merupakan hubungan sosial dalam masyarakat terwujud dari adanya kehendak rasional antar elemen masyarakat, dalam pengertian segala hal yang disepakati bersama dan tidak bertentangan dengan norma dan nilai sosial yang berlaku. Proses ini mengarah pada semakin kuatnya ikatan antara pihak-pihak yang berhubungan. Sedangkan, interaksi dissosiatif merupakan bentuk hubungan sosial yang mengarah pada perpecahan atau merenggangnya hubungan sosial antarpihak yang saling berhubungan. Proses ini dapat berbentuk persaingan, kontravensi, dan juga pertentangan. Keadaan yang seperti ini bisa menyebabkan sikap intoleran yang mengancam kerukunan umat, walaupun itu hanya dianggap sepele namun dapat berdampak besar. Karena kita saat ini hidup di era modern, sudah seharusnya kita bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.

Toleransi bukan hanya kewajiban satu kelompok akan tetapi kewajiban bagi semua orang. Toleransi bukan kewajiban satu agama saja tetapi semua umat beragama wajib memiliki sikap toleransi. Ini menjadi suatu tantangan baru bagi kaum milenial di Indonesia saat ini. Sebagai generasi penerus bangsa, anak muda harus mampu menjadi pusat penebar toleransi. Anak muda tidak hanya harus menjadi generasi yang kreatif dan inovatif, tetapi juga harus menjadi generasi yang ramah. Ramah kepada siapa saja tanpa harus memikirkan perbedaan latarbelakang dan keyakinan. Karena karakter itulah, yang seharusnya menjadi karakter masyarakat Indonesia. Ramah, suka menolong, saling menghormati dan tidak pernah menebarkan kebencian kepada orang-orang disekitar kita maupun orang lain. Sebagai generasi penerus bangsa, pemuda harus menjadi generasi toleran demi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Pemuda sebaiknya mampu menjadi tampuk perubahan sosial dan pemuda harusnya jadi pereda konflik diantara keberagaman konflik yang terjadi antar umat beragama di negara kita ini. Era milenial yang trend saat ini dengan kemajuan teknologi harusnya mampu mengubah tantangan dan peran mereka, jika dulu pemuda berperan sebagai pelopor kemerdekaan. Pemuda era milenial harusnya berubah menjadi agen perubahan dalam menghadapi tantangan toleransi.

Untuk itu saya ingin mengajak anak-anak muda Indonesia sebagai orang yang memiliki peran penting dalam membawa negeri ini lebih baik dimasa depan, marilah kita membangun interaksi yang baik dan intensif. Mari kita tumbuh kembangkan  sikap toleransi di dalam diri dan lingkungan kita agar kebhinekaan terjalin erat kembali dalam diri kita dan negara yang kita cintai ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun