Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

freedom, togetherness, networking, collaboration, immolation

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sayang! Aan dan Erianto Anas Telah Pergi

13 Agustus 2012   00:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:52 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pasti masih banyak yang ingat  nama-nama ini : Radix, Erianto Anas, dan yang terbaru Aan sang Filosof Kampung. Mungkin banyak orang mengingat mereka sebagai orang-orang aneh, liberal, sekuler, atau bahkan sebagai orang dengan tingkat ke-ngawur-an yang tinggi. Betulkah begitu?

Padahal boleh jadi menurut diri mereka sikapnya itu justru dianggap sebagai wujud kebebasan berpikir yang wajib diperjuangkan demi lestarinya ilmu pengetahuan. Atau sebagai wujud independensi pribadi untuk menyuarakan pemikirannya tentang obyek kajian yang sama namun dari sudut pandang yang berbeda. Bahkan syah-syah saja andai mereka dengan sadar dan sengaja merancang pemikirannya demi menghancurkan lawan-lawan idealismenya.

Itulah irama mereka. Irama itu mungkin muncul karena idealisme yang telah matang, setengah matang, atau malah sekedar kegenitan intelektual mereka saja karena masih meraba-raba untuk membangun eksistensi dirinya. Apapun itu, itulah irama dan dinamika intrinsik mereka. Yang terpenting buat orang lain adalah tetap bisa menjaga irama sendiri dan tidak terlalu terbawa oleh irama mereka yang terkesan berlawanan dengan 'arus besar'.

Pada titik itu rasanya orang lain bisa memanfaatkan pemikiran mereka sebagai semacam antitesa dari pemikirannya sendiri dan pada akhirnya bisa mengantarkannya untuk menemukan tesanya. Orang lain bisa tangkap gegap-gempita dan kegaduhan mereka sebagai sebuah ombak besar yang justru akan mempercepat laju kapal idealismenya sendiri asalkan  mampu menjaga keseimbangannya.

Tanpa sikap semacam itu atau sikap lain yang lebih positif, maka kegaduhan mereka hanya akan berpotensi destruktif yang dapat membakar orang lain bahkan diri mereka sendiri. Sayang! karena ternyata Erianto Anas dan Aan telah 'terbakar hangus' oleh ulahnya sendiri dan orang lain turut andil memperbesar 'api amarah' itu.  Kegaduhan pemikiran mereka gagal menjelma sebagai dinamika pemikiran karena kengototan mereka sendiri yang kolaboratif dengan lawan-lawannya yang ternyata tak kalah ngototnya. Puaskah orang karena telah sukses 'menghabisi  lawan-lawan  idealismenya? Mungkin untuk jangka pendek sangat memuaskan. Tapi untuk jangka panjang mereka akan merasa kehilangan lawan bicara yang mampu 'memprovokasi' pemikiran sendiri sehingga muncul pemikiran-pemikiran baru yang lebih fress. Sayang! Aan dan Erianto Anas telah pergi. Gak tahu ya kalau ada silumannya. Tapi ngapain repot-repot bicara soal siluman? Gak usahlah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun