Pada Minggu, 27 April 2025, suasana hangat meliputi ruang pertemuan di kawasan Jatiwaringin, Pondok Gede. Tepatnya di rumah Ibu Hj. Anna Farida, mantan kepala SDIA 02. Para mantan guru SD Islam As-Syafi'iyah (SDIA) 02 Jatiwaringin berkumpul dalam acara halal-bihalal, sebuah tradisi mulia yang tidak hanya menjadi ajang silaturahmi dan saling memaafkan, tetapi juga mempererat ikatan batin dalam semangat belajar yang tak pernah padam.
Menyebut diri sebagai "alumni", para mantan guru ini menunjukkan kesadaran yang mendalam. Kata alumni memang secara umum digunakan untuk para mantan siswa, mahasiswa, atau peserta dari lembaga pendidikan tertentu. Dalam bahasa Latin, alumni adalah bentuk jamak dari alumnus, yang berarti "anak asuh" atau "murid". Namun, dalam acara ini, para mantan guru justru dengan penuh kebanggaan menyebut diri sebagai alumni. Mengapa?
Karena sesungguhnya seorang guru sejati adalah juga seorang murid. Dalam perjalanan kariernya, seorang guru dituntut untuk terus belajar, memperbarui diri, dan memperkaya pengetahuannya. Sebuah hadits yang sering kita dengar menyatakan, "Thalabul-ilmi minal-mahdi ilallahdi" (menuntut ilmu harus dilakukan sejak kecil hingga mati).  John Dewey sebagai tokoh pendidikan dari Barat juga menyatakan bahwa pendidikan tidak mengenal kata "terlambat", "terlalu tua", atau "terlalu dini" untuk memulainya. Menurutnya; "Educational process has no end beyond it self in its own and end". Konsep serupa dikenal kemudian dengan istilah life long education atau pendidikan seumur hidup. Seorang guru yang berhenti belajar akan kehilangan daya untuk membelajarkan murid-muridnya. Sebaliknya, guru yang terus belajar akan memancarkan energi kehidupan dalam kelasnya.
Belajar bagi seorang guru tidak melulu ditempuh melalui bangku kuliah. Ia bisa dilakukan secara mandiri: membaca buku, mengamati lingkungan sekolah, mendengarkan dinamika kelas, dan bahkan belajar dari murid-muridnya sendiri. Di era digital ini, para murid memiliki akses terhadap sumber pengetahuan yang sangat luas. Maka, seorang guru akan rendah hati untuk menerima bahwa terkadang, ia juga perlu belajar dari anak didiknya.
Kesadaran ini pula yang menggerakkan para alumni guru SDIA 02 Jatiwaringin untuk tetap menjaga semangat belajar, bahkan setelah memasuki masa purnabhakti. Usia 60 tahun bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan menuju masa depan yang sejati --- masa di mana manusia mempersiapkan dirinya untuk hidup abadi di sisi Tuhan. Allah SWT telah mengingatkan dalam Al-Qur'an, "Walal-akhiratu khairullaka minal-ula" (QS Adh-Dhuha: 4) --- "Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu daripada dunia ini."
Bekal menuju masa depan adalah bekal yang dipersiapkan dengan terus belajar, memperbaiki diri, dan memperbanyak amal. Halal-bihalal yang  diadakan pun menjadi momentum bukan sekadar saling memaafkan, tetapi juga memperbarui niat untuk hidup dalam kebaikan, kebersamaan, dan ketulusan. Dalam suasana Idul Fitri, manusia diingatkan akan fitrah kemanusiaannya yang tak bisa dipisahkan oleh apapun juga, bahkan oleh perbedaan agama. Fitrah manusia bersih, suci, dan terikat erat dengan sesama dan bahkan dengan Tuhannya.
"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (Q.S. Al-Fajr ayat 27-30)
Halal-bihalal alumni guru SDIA 02 Jatiwaringin pada tahun ini menjadi saksi bahwa belajar memang tidak pernah berakhir. Semangat belajar untuk meniti perjalanan menuju kehidupan hakiki justru semakin menyala seiring bertambahnya usia. Di tengah canda tawa dan pelukan hangat, terpancar keyakinan bahwa "guru" sejati akan selalu menjadi "murid" dalam madrasah kehidupan --- hingga kelak bertemu dengan Sang Pemilik Ilmu, Allah SWT.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI