Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

freedom, togetherness, networking, collaboration, immolation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penggiat Literasi, Mestinya Literat

8 Juli 2018   20:50 Diperbarui: 8 Juli 2018   21:15 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya bukan orang yang faham betul tentang ini. Tapi saya resah melihat saudara sesama Muslim yang mempertanyakan, "Islam Nusantara itu agama baru, Nabinya siapa, shalatnya menghadap ke mana?" dan lain sebagainya. Lebih meresahkan lagi, karena ternyata pertanyaan semacam itu juga dilontarkan oleh teman-teman para pegiat literasi.

Menurut saya itu bukan lagi sikap kritis yang dilandasi semangat ukhuwah demi kebaikan bersama sebagai sesama Muslim. Bukan juga pertanyaan yang dilandasi semangat untuk tabayun atau klarifikasi. Tapi sudah bernuansa permusuhan yang mengancam perpecahan dan terputusnya silaturahim.

Untuk itu kita, terutama para penggerak literasi tak akan membiarkan diri larut oleh orkestrasi perpecahan yang entah dibunyikan oleh siapa dan dari mana. Namun kita justru tertantang untuk lebih mendalami banyak literatur tentang Islam, termasuk tentang wacana Islam Nusantara. Bagi sebagian pihak, mungkin ini terasa aneh sehingga langsung berujar, "Islam ya Islam dan gak boleh ada embel-embel nama bangsa tertentu"

Inilah tantangan kita, khususnya para penggerak literasi untuk membuktikan diri sebagai seorang literat. Ya. Hanya itu dan bukan agar kita menyetujui jika kita benar-benar tak sepaham. Namun setidaknya, ketidak sepahaman kita itu telah dilandasi oleh banyak litaratur yang kita baca dari berbagai sumber yang otoritatif.

Ada salah satu literatur tentang Islam Nusantara yang layak untuk dibaca karena ditulis oleh seorang Kyai yang mengajar di Ma'had Aly Pesantren Salafiyah Assyafi'iyah Situbondo Jawa Timur sbg guru utama Fiqih dan Ushul Fiqh. Dalam tulisannya dia menjelaskan bahwa makna Islam Nusantara tak lain adalah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam segmen fiqih mu'amalah sebagai hasil dialektika antara nash, syari'at, dan 'urf, budaya, dan realita di bumi Nusantara. Tak ada kebencian dalam Islam Nusantara terhadap warna-warni Islam pada bangsa-bangsa lain, terutama Arab sebagai negeri tempat diturunkannya Islam.

SALAM LITERASI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun