Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fiksiana: Elegi Hari Raya di Tengah Pandemi

23 Juli 2021   14:14 Diperbarui: 23 Juli 2021   18:18 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi: Elegei Hari Raya di Tengah Pandemi (Dokpri @ams99 By. Text On Photo)

Elegi Hari Raya di Tengah Pandemi

Bocah-bocah, anak-anak remaja lelaki dan perempuan: berlari-lari kegirangan, memasuki tiap-tiap rumah dari pintu ke pintu, gang ke gang, di jalan-jalan, di kawasan perumahan, di perkampungan; tak lagi ada.

Anak-anak muda milenial, gaul, keren: berkumpul, bersenda gurau di beranda-beranda rumah sambil membahas pelajaran, kegemaran, gebetan dan lainnya; tak lagi terdengar dan terlihat.

Ibu-ibu muda, paruh baya, emak-emak, tante-tante, nenek-nenek dengan ragam gaya, aksesoris dan penampilan gaun yang beraneka, penampakan wajah glowing dan bling-bling, sambil cipika-cipiki menyiapkan aneka hidangan di ruang keluarga dan dapur; sudah lenyap.

Canda tawa, olok-olokan, saling sindir, pamer gaya, hingga percakapan serius para lelaki dewasa, bapak-bapak, paman-paman, kakek-kakek di ruang tamu dan teras; nyaris tak terlihat lagi.

Hari raya seperti tahun-tahun sebelum adanya pandemi; nuansa dan suasana itu ada, kehangatan menyelimuti sekeliling ruang. Keceriaan, keriangan, kekeluargaan, pertemanan, kekerabatan, kasih sayang; kini semua lesap.

Semua seolah hilang ditelan masa dan menjadi lazim.

Aku hanya khawatir, jika suatu ketika keadaan ini menjadi budaya dan kita menerima itu sebagai sebuah kemestian.

Semua ini karena satu hal;

Corona yang hina

Balikpapan, 20 Juli 2021

Ali Musri Syam Puang Antong

Baca Juga Puisi Sebelumnya: Pada Hakikatnya Semua Kita Berkurban.

https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/60f64efbb13fde394f641672/puisi-pada-hakikatnya-semua-kita-berkurban

Puisi Pilihan: Renungan Senja tentang Corona.

https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/60eed2db15251017fb6d06b2/puisi-renungan-senja-tentang-corona

Puisi Pilihan Lainnya: Perjalanan Paling Palung.

https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/60f0394906310e22a64670e2/puisi-perjalanan-paling-palung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun