Mohon tunggu...
Isa Alïmusa
Isa Alïmusa Mohon Tunggu... -

I walk like a cat on a hot tin roof. Cautiously. Some say it's easy, some say it's not. I think it's not. I do my best not to fall.\r\n\r\n"What is the victory of a cat on a hot tin roof? - I wish I knew... Just staying on it, I guess, as long as she can" \r\n(Tennessee Williams)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

10 Pelajaran Berharga Revolusi Al Maghribi

4 Maret 2011   00:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:05 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah belakangan ini adalah bukti kegagalan gerakan fundamentalis danbalasan bashing terhadap Islam.

[caption id="attachment_94152" align="aligncenter" width="611" caption="Ilustrasi: Getty Images"][/caption]

  1. Penduduk Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain, Yaman, dan Oman bukan menuntut pemberlakuan hukum syariah. Sebaliknya, mereka haus kebebasan, keadilan, dan lapangan pekerjaan. Revolusi sosial dan demokrasi ala wong cilik berarti serangan frontal terhadap kaum fundamentalis. Partai-partai Islam konservatif bakal kehilangan suara di pemilihan umum mendatang. Revolusi rakyat beberapa pekan terakhir sama sekali tak bernafas Islam dan cenderung post-Islamic.
  2. Tak perlu menyuarakan kebencian terhadap agama apa pun. Islam haters? You failed! Anda mungkin pernah dengar Geert Wilders, politikus ekstrim kanan di Belanda yang terang-terangan anti Islam, atau Jean-Marie Le Pen di Perancis? Hellooo, where are you? Mereka blak-blakan menyudutkan Islam dan yakin, Islam tidak pernah bergandengan dengan demokrasi. Apa mereka lupa bahwa negara-negara Barat diam-diam mendukung rezim otoriter? Yang penting, harga minyak stabil dan aman. Mereka seakan kasat mata, masih ada rakyat jelata ‘tergelincir’ dan mendambakan penghidupan layak. Minyak itu licin lho…
  3. Uni Eropa dan Amerika bukan lagi episentrum politik dan ekonomi dunia. Jangan melulu mencampuri stabilitas negara-negara Timur Tengah. Ada baiknya sedikit berpaling ke macan-macan baru ekonomi global seperti India, Cina, dan Rusia. Memang, terasa pahit. Tapi, tampaknya tak ada jalan lain.
  4. Dalam keadaan genting, Uni Eropa butuh kebijakan kolektif. Jangan buat maklumat sendiri-sendiri atau bikin geng eksklusif. David Cameron, Nicolas Sarkozy, dan Angela Merkel lebih senang ‘menyiangi rumput’ di pekarangan pribadi. Yang penting, kebun mereka bersih dan rapi. Itu sama saja dengan memindahkan hama ke halaman orang lain.
  5. Think global, act local! Amerika dan Uni Eropa hendaknya jadi kawan baik negara-negara yang memihak demokrasi. Persamaan hak adalah basis stabilitas sebuah negara berdemokrasi. Sejauh ini, Uni Eropa mendukung negara-negara Mediterania seperti Perancis dan Italia karena dekat dengan kawasan pemasok minyak mentah dan enerji. Selain itu, untuk meredam pendatang ilegal dan alasan keamanan. Anggota Uni Eropa lainnya pun wajib bertindak, bukan hanya karena punya kepentingan terselubung.
  6. Sebenarnya, migrasi massal penduduk di wilayah konflik dapat dibendung. Jutaan demonstran di Afrika Utara tak ingin meninggalkan negara mereka. Keinginan hengkang lantaran mereka terpaksa menganggur di tanah airnya sendiri dan gerah dizalimi oleh diktator. Eksodus pengungsi pun dapat dihindari. Uni Eropa bisa urun tangan menyediakan tenda atau penampungan sementara, tenaga medis, dan obat-obatan.
  7. Uni Eropa semestinya lebih konsekuen memberikan bantuan terkait penegakan demokrasi. Benua Eropa kenal sejarah kelam pula dan punya pengalaman diktatorial di Spanyol, Portugal, dan Yunani. Yuk, bagi-bagi informasi dan tukar ilmu. Tapi, jangan dalam bentuk hibah uang. Lebih baik ‘bimbingan’ yuridis dan pengetahuan. Itung-itung ‘menebus dosa’ dan mengurangi risiko merebaknya gerakan ekstrimis.
  8. Diktator lengser bukan jaminan negara bakal aman dan tentram. Negara-negara Afrika Utara yang sedang bergolak terlalu sedikit investasi di sektor non-pemerintah. Akibatnya, lapangan kerja pun minim. Sementara itu, penduduk terus bertambah, berpendidikan cukup, dan kebanyakan berusia produktif di bawah 25 tahun. Hasil penjualan minyak hendaknya dibagi rata dan tak hanya dinikmati di lingkungan istana.
  9. Lapangan pekerjaan adalah sinonim investasi mahal. Ayo, negara-negara donor berkocek tebal! Kucurkan pinjaman dan bukan subsidi. Negara-negara penghasil minyak bumi punya cukup persediaan dana dan itu pilihan politis mereka untuk menyetir rakyatnya. Namun, negara-negara ‘miskin’ sumber daya alam, seperti Tunisia dan Mesir, perlu berhutang dan tergantung dari bantuan Bank Dunia atau Bank Sentral Eropa. Permudah pinjaman dana terkait proyek-proyek padat karya non-pemerintah.
  10. Revolusi di kawasan Al Maghribi adalah bom waktu dan ‘virus’ yang gampang menular ke negara-negara berkembang lainnya. Jutaan generasi muda yang berpendidikan tinggi cuma bisa termangu dan mimpi meraih masa depan. Masih banyak pemimpin ‘sakit’ dan pengikutnya duduk di tampuk kekuasaan di negara-negara berkembang. Tak jarang, berkat campur tangan Barat. Ingat, HAM dan demokrasi bukan hanya barang mewah milik orang Barat! Demokrasi juga pantas jadi prioritas dan kebutuhan sehari-hari seluruh umat.

Salam dan shalom…

Amsterdam, 4 Maret 2011

12991788471689539536
12991788471689539536

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun