Mohon tunggu...
Alimudin Garbiz
Alimudin Garbiz Mohon Tunggu... profesional -

Failurer,  Anak Jalanan, untuk Hidup Lebih Baik, Indah dan Menantang, Tahun ini merupakan tahun menulis, Insya Allah......!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Nyata: Kyai dan Pelacur

10 November 2011   02:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:51 43774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya memang kaget dengan tulisan Pipiet Senja dengan tulisannya http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/11/08/fenomena-ustad-gadungan-di-hong-kongdakwah-apa-tebar-maksiat/

Namun apa yang dialami oleh Teh Pipiet Senja tersebut tak terlalu mengherankan saya, sebab saya juga menemukan fenomena tersebut secara nyata mengalami hal yang sama.

Banyak Kyai yang mengandalkan nama besar ayahnya dulu yang merupakan Kyai Karismatik. Namun, pribadinya sendiri tak mencerminkan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh rasulullah SAW.

Saya mempunyai teman dekat seorang wartawan harian nasional di Bandung. Kami dekat karena sama-sama kuliah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Beliau (wartawan tersebut) merasa kasihan dengan masyarakat yang benar-benar dibohongi dengan isi ceramah salah satu Ustadz terkenal di Jawa Barat. Ustadz tersebut terkenal karena dipanggil kemana-mana, ceramahnya juga meyakinkan, sebab disamping bagus ceramahnya, sering diselingi dengan humor yang segar dan pintar bernyanyi. Yang ironis, sehabis ceramah Kyai tersebut tidur bersama pelacur, sungguh sebuah yang diluar dugaan, masyarakat memandangnya sebagi public pigur, sosok yang dihormati, hmm, saya sendiri terkaget-kaget mendengarnya, apa benar Kyai tersebut berperilaku demikian, teman saya yang wartawan tersebut sampai sumpah segala. Bahkan di saat yang lain, Kyai tersebut menceritakan bagaimana cantiknya pelacur-pelacur di Hongkong yang telah dia kunjungi, Naudzubillah.

Ah, saya membayangkan, apa tak ada kegundahan dalam diri Kyai tersebut, bukankah beliau baru saja berceramah ? memang ceramah hanya dijadikan sarana mencari uang saja. Barangkali sebenarnya, tak ada internalisasi nilai dalam diri penceramah tersebut.

Saya menyaksikan dan mengalami sendiri fenomena seorang Aceng (putra Kyai di Jawa Barat) yang terang-terangan setiap ketemu siapapun, berkeliling kepada mantan santri-santri bapaknya, meminta uag dengan tdak malu-malu lagi. Nama besar orangtuanya dicatut untuk mendapatkan uang. Memang, saya mengira dulunya putra Kyai tersebut tidak didiik untuk sekolah samapi tinggi ataupun berwirausaha. Maka siapapun, jika diantara kita ada yang jadi Kyai, sesepuh, maka didiklah anak-anak kita sesuai dengan zamannya sebagaimna 'allimuu auladakum fainnahum makhlukuuna ghairu zamanikum.

Saya bertemu dengan seorang Kyai, beliau punya pesantren, belakangan mencalonkan diri sebagai bupati, ketika saya datang kepada beliau untuk suatu keperluan, tak sedikitpun senyum cerah dibibirnya sebagaimana saya bayangkan dari awal.Waduh, saya jadi berpikir, bagaimana agama menjadi besar dengan kyai yang seperti ini, barangkali karena tak ada relevansinya kedatangan saya dengan kepentingannya.

Jangan membayangkan seorang tukang ngabodor, di kehidupan kesehariannya menyenangkan. Saya pernah ke rumah seorang Pelawak, yang juga merangkap sebagai tukang ceramah, namun apa yag saya harapkan sebuah suasana yang tidak formal, ternyata sangat formalis, bahkan ketika kami memintanya untuk ceramah, beliau pasang target harga ceramah, waduh, akhirnya saya tak percaya dengan isi ceramahnya.

Saya merenung, memang gelar Kyai, Haji, Ustadz dan lain lain tersebut hanyalah gelar yang diberikan manusia, bukan gelar yang diberikan Tuhan sebagaimana kepada Rasul-rasul-Nya. Maka tak heran banyak manusia yang terjebak dengan segala gelar yang diberikan manusia itu sendiri.

Masyarakat yang gamang mudah dibohongi dengan berbagai macam klenik dan tahayul yang membabi buta. fenomena ponari merupakan sebuah potret ketidaklogisan masyarakat kita dalam berpikir.

Memang, saya percaya ada masih banyak Kyai, Haji, Ustadz, Ajengan yang benar-benar sebagaimana gelarnya tersebut, bermanfaat dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, namun, maaf saja bagai para Kyai gadungan, penceramah yang hanya omongan tidak dengan realita di masyarakat, saya tak menghormati Anda. Sekali lagi, Jangan lupa, gelar yang Anda dapatkan hanya dari manusia, bukan dari Tuhan....!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun