Mohon tunggu...
Ali Hasan Siswanto
Ali Hasan Siswanto Mohon Tunggu... -

Pengamat politik dan penikmat Moralogi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pusaran Money Politic di Pilkada Serentak

14 Februari 2017   01:02 Diperbarui: 14 Februari 2017   01:31 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada serentak yang sudah di depan mata menjadi perbincangan serius di berbagai kalangan. Pilkada serentak menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari kesiapan penyelenggara, DPT yanv tidak masuk list, isu double identitas yang yg lebih memprihatinkan adalah maraknya politik uang (money politic). 

Setiap pemilihan pilkada apalagi dilaksanakan serentak yang selama ini dilakukan tidak lepas dari bau anyir politik uang. Politik uang atau disebut juga vote buying terus melekat dalam setiap momentum politik seperti pilkada. Menurut hemat penulis, politik uang terjadi karena dua alasan, 1). Kebutuhan finansial masyarakat "miskin" sehingga rela menjual belikan suaranya untuk memenuhi kepentingan yang sangat sementara, padahal efek dari jual beli itu memiliki dampak jangka panjang yaitu menggafaikan masa depan bangsa atau daerahnya selama pemenang berkuasa. 2). Kurangnya kesadaran politik yang dimiliki masyarakat dan para calon. Padahal kurangnya kesadaran ini akan berakibat pada program2 jangka pendek yang akan dilakukan oleh pemerintah, sementara disisi lain program jangka panjang akan ditinggalkan. Pada yaraf ini pembelajaran politik kepada masyarakat dengan jangka waktu yang panjang akan susah terwujud. 

Kondisi kemiskinan masyarakat indonesia yang sangat tinggi menjadi salah penyebab tejadinya money politik. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang sementara seperti makanan, tempat tinggal, pakaiaan, kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan terjadi karena sulitnya akses pendidikan dan pekerjaan yang dapat menopang atau merubah kemiskinan itu sendiri. Pada taraf inilah masyarakat mencari pendapatan secara insta, dan selaras dengan calon yang menawarkan uang transaksi politik. 

Padahal perilaku money polik adalah perbuatan melanggar hukum baik yang menerima atau yang memberi. Namun masyarakat tidak mau tahi tentang itu atau sebenarnya tidak tahu bahwa perbuatan itu melanggar hukum, yang mereka tahu adalah berusaha memenuhi kebutuhannya dengan cara apapun. 

Disisi lain, kesadaran politik yang sangat rendah. Hal ini diakibatkan oleh tidak adanya pembelajaran politik di bangsa ini sehingga masyatakat tidak memahami persoalan politik dan dampak dari sebuah politik. Pada taraf inilah, masyarakat acuh tak acuh terhadap pesta demokrasi seperti pilkada. Mental masyarakat yang acuh inilah uang menjadi pemicu bagi para calon untuk mengambil keuntungan suara dengan cara membelinya. Secara otomatis masyarakat uang menerima pemberian uang akan memiloh valon tanpa tahu track record yang dimiliki calon yang dipilihnya. 

Dua realitas diatas bukan hanya sekedar tealita yang berjalan sementara teyapi realitas tersebut seakan sudah menjadi budaya bangsa ini. Saling memberi dan pantang menolak pemberian juga bagian dari benih budaya money politik yamh afa di bangsa ini. Oleh karea itu, segala bentuk pemberian atau uang politik dianggap sebagai rejeki. Secara otomatis, sebagai ungkapan syukur dan balas budi pada pemberi uang, penerima akan memilih calon yang ditinjuknanya. 

Padahal konsyruksi budaya yang benar seharusnya membawa kebaikan, namun budaya money politik telah melenceng dan diaaah artikan oleh masyarakat. Saling memberintidak lagi dalam.hal kebenaran tetapi dalam konspirasi kecurangan. Hanya dengan satu cara untuk menekan maraknya politik uang di pilkada adalah bafan pengawas pemilu harus tegas yang memberi sangsi bagi prilaku money politik baik penerima maupun pemberi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di indonesia. Disisi lain, masyarakat, penyelenggara pilkada dan para calon juga harus ikut andil dalam menegakkan politik jujur dan benar. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun